\ Belajar Mental di Negeri Gajah Putih Thailand
Suporter Timnas Indonesia yang datang langsung memberikan dukungan langsung di leg kedua final Piala AFF di Bangkok, Thailand (Foto: MI/Ramdani)
Suporter Timnas Indonesia yang datang langsung memberikan dukungan langsung di leg kedua final Piala AFF di Bangkok, Thailand (Foto: MI/Ramdani)

Catatan dari Bangkok

Belajar Mental di Negeri Gajah Putih Thailand

Bola piala aff
A. Firdaus • 22 Desember 2016 14:40
medcom.id, Bangkok: Piala AFF 2016 kembali memberi hasil mengecewakan bagi timnas Indonesia. Untuk kali kelima, skuat Garuda yang tampil apik hingga menginjakkan kaki di final, hanya bisa menyandang status runner up.
 
Di pertandingan final leg kedua, Indonesia menyerah dengan skor 2-0 lewat dua gol diborong oleh Siroch Chatthong pada menit ke-37 dan 47. Hasil itu cukup mengantarkan The War Elephants menjadi juara dengan kemenangan agregat 3-2. Sebab pada pertandingan pertama, Thailand sempat mencuri gol 1-2 di Stadion Pakansari.
 
Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari penampilan Thailand yang memang unggul dari semua aspek ketimbang dari skuat Indonesia. Selain kesiapan tim yang punya program jangka panjang, Thailand juga punya mental yang memang belum dimiliki oleh para pemain Indonesia, dan juga dari para suporternya.

Klik di sini:Piala AFF 2016 dan Era Baru Sepak Bola Indonesia

Hal itu bisa kita lihat ketika lagu kebangsaan negara Thailand dikumandangkan di Stadion Pakansari, saat menjalani leg pertama final Piala AFF, Rabu 14 Desember. Tak sedikit suporter Indonesia yang masih melontarkan beberapa nada sumbang.
  Berbanding terbalik dengan apa yang terjadi pada final leg kedua di Stadion Rajamangala. Ketika lagu Indonesia Raya dikumandangkan, puluhan ribu suporter Thailand yang datang ke stadion begitu hikmat menghormati lagu kebangsaan kita. Mereka terus terdiam hingga baru bersuara saat lagu kebangsaan mereka dinyanyikan.
 

Tak hanya di situ, ketika Thailand memastikan diri sebagai juara Piala AFF, suporter mereka dengan respek memberikan apresiasi kepada para pemain Indonesia dan para suporter yang rela datang ke Bangkok. Teriakan chant ‘Indonesia’ dinyanyikan oleh para suporter Thailand yang berada di tribun selatan.
 
Sontak pemandangan itu menyentuh kami yang memang datang langsung ke Thailand dan mencoba melakukan penelitian kecil untuk mencari tahu situasi yang memang terjadi di Negeri Gajah Putih dalam kesehariannya.
 
Contoh kecil terjadi pada saat jurnalis Indonesia yang menginap di salah satu hotel di jalan Bang Kapi, Bangkok, mengaku kehilangan kunci kamarnya di stadion. Ia pun memberikan laporan kepada pihak hotel terkait insiden itu.
 
Jawaban yang mengejutkan ia dapatkan, karena pihak hotel ternyata sudah memegang kunci kamar tersebut. Resepsionis hotel berujar, bahwa setelah pertandingan ada dua perempuan yang bertugas membersihkan stadion datang ke hotel dan memberikan kunci tersebut.

Klik di sini:Mengenal Lebih Dekat Rizky Pora, Raja Assist Indonesia di AFF 2016


Awak media bersangkutan sangat terharu, bagaimana bertanggung jawabnya kedua petugas stadion tersebut dengan rela mengantarkan kunci ke hotel tempat ia menginap.
 
Sisi positif yang diambil adalah, memang bagi kedua petugas tersebut kunci kamar itu bukan menjadi tanggung jawab atau menguntungkan buat mereka. Tapi di sisi lain, hal itu sesuatu yang berharga bagi jurnalis yang memang kehilangan kunci hotelnya.
 
Tak berhenti di situ, suatu hari saya melakukan perjalanan ke Grand Palace, yang merupakan salah satu kediaman kerajaan Thailand. Para petugas dan kepolisian begitu disiplin untuk memberikan pelayanan. Dalam melakukan tugasnya, mereka tak pandang bulu, baik warga lokal maupun asing mereka layani dengan maksimal.
 
Beberapa contoh di atas jika diambil dari sisi ilmu psikologi bisa menjadi tolok ukur sejauh mana mental berbicara. Sebab menurut pengertian yang dikemukakan oleh Al-Quusy (1970) yang dikutip oleh Hasan Langgulung, mental adalah paduan secara menyeluruh antara berbagai fungsi-fungsi psikologis, dengan kemampuan menghadapi krisis-krisis psikologis yang menimpa manusia yang dapat berpengaruh terhadap emosi dan dari emosi ini akan mempengaruhi pada kondisi mental.
 
Selain itu, mental seseorang sehat itu juga dipengaruhi oleh kultur seseorang itu tinggal. Karena apa yang boleh dilakukan dalam suatu budaya tertentu, kemungkinan menjadi hal yang tidak normal dalam budaya lain, begitupun sebaliknya (Sias, 2006).
 
Thailand juga merupakan salah satu negara yang sangat kental dalam urusan menghormati pemimpinnya. Mereka masih konsisten menjalani ritual memakai baju hitam di area kerajaan, untuk menghormati meninggalnya raja Bhumibol Adulyadejdpuf yang baru meninggal pada 13 Oktober lalu. Penghormatan untuk raja yang diberi gelar King Rama IX ini juga akan berlangsung selama setahun

Klik di sini:2016, Milik Cristiano Ronaldo


Di sini kita bisa menarik benang merah bahwa, kesiapan mental dari seseorang juga bisa memengaruhi emosi ketika menghadapi krisis psikologis. Hal itulah yang menggambarkan para pemain Thailand di lapangan.
 
Anak-anak asuhan Kiatisuk Senamuang seperti telah memiliki kesiapan mental ketika bertanding di depan puluhan ribu pendukung Indonesia yang memadati Stadion Pakansari. Mereka seperti tak terpengaruh, meski celotehan dan chant provokatif mampir ke telinga mereka.
 
Begitu juga setelah mereka tertinggal 1-2 pada leg pertama, tak membuat mereka ciut menghadapi laga kedua. Teerasel Dangda dan kolega begitu tenang. Mereka seakan telah me-manage mental meski menghadapi krisis psikologis (setelah mengalami kekalahan 2-1).
 
Secara garis besar, patut kita coba sejauh mana mental kita berbicara. Tentunya harus didasari dengan sikap kita sehari-hari.
 
Video?Christian Hadinata Sayangkan Keputusan Rexy Mainaky Latih Thailand

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(ACF)
LEAVE A COMMENT
LOADING
social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif