"MENGAPA kamu selalu ngomong bahasa Inggris sama saya?!" Begitu Ivan Kolev menjawab tiap kali saya bertanya. Tentu saja dia menggugat. Pelatih dari Bulgaria itu fasih dengan bahasa Indonesia.
Maksudnya lebih baik kalau kami berbincang layaknya dua orang Melayu yang sudah lama saling kenal. Dalam bahasa ibu, pasti saya bisa meramu pertanyaan secara leluasa.
Tapi, selalu juga, saya menjawab: saya dulu belajar sepak bola, sekarang mempelajari bahasa Inggris. Bibirnya melebar, tersenyum khas, walaupun agak tampak seperti meringis.
Mental Nakal
Menyinggung mantan pemain timnas U-23 yang dia latih, saya bertanya: "Pemain belakang nomor punggung sekian itu tidak pernah Anda mainkan. Kabarnya dia mengalami cedera. Mengapa cederanya bisa terlalu lama? Apa Anda tahu sebabnya?"
Jawabnya mengejutkan: "Jangankan saya tampilkan untuk bertanding. Dia malah tidak pernah berlatih. Saya juga tidak mengerti cedera itu dari mana."
Kolev lantas menceritakan apa yang dia dengar. Menurut pengakuan pemain itu sendiri mengalami cedera bawaan dari klub lama.
Kemungkinan telah terjadi manipulasi tes medis ketika dia memutuskan pindah ke klub baru. Jika si pemain absen bertanding sepanjang musim, berarti klub barunya tidak dapat memakai tenaganya selama dia direkrut, bukan? Untuk apa direkrut kalau namanya pun bahkan tidak menghiasi daftar cadangan?
Klubnya punya dokter -- tapi, tahulah sendiri -- tidak mungkin dia diandalkan memeriksa detail kesehatan satu per satu pemain. Apalagi bila pemain itu malas diperiksa.
Pelatih asing mengasuh pemain lokal yang bermental nakal di sebuah klub baru barangkali sama sulitnya dengan sipir membina penjahat kambuhan di dalam penjara. Mereka bisa saja mengincar kesempatan untuk melarikan diri agar hidup bebas di dunia liar kembali.
Itulah sedikit rasa pahit yang dialami Ivan Kolev di Indonesia. Ia sempat dua kali membesut timnas senior dan lima klub papan atas negeri ini.
Kualitas Terbatas
Berbeda dengan pengamatan jitu Hans-Peter Schaller. Kami asyik berdiskusi, terkadang sampai begitu lama tak kenal waktu, belum lama ini.
Pelatih asal Austria menepis kemungkinan seorang pemain bintang, mantan sayap timnas U-23, untuk berkiprah di luar negeri. Ia beralasan soal kualitas terbatas dari sang pemain yang justru diandalkan barisan depan skuat Garuda Asia. Beberapa waktu belakangan, pengamatan Schaller terbukti tidak keliru. Pemain itu terpaksa balik kandang, gagal melanglang buana.
Sementara Petar Segrt sedikitpun tidak percaya pemain menunaikan disiplin untuk berlatih mandiri di saat klub diliburkan karena liga terhenti. Ia, yang pernah menangani PSM Makassar, meragukan pengakuan pemain di media bahwa mereka menjalani latihan sendiri ketika beristirahat dari rutinitas klub.
"Sampai setahan apa fisik pemain yang berlatih sendiri di gim atau main futsal dengan teman-temannya untuk menggantikan sesi latihan bersama pelatih di klub?" tanya Segrt, sewaktu kami wawancarai sebelum dari Makassar dia pulang ke Jerman.
Keyakinan pelatih kelahiran Kroasia itu sungguh jauh berbeda dengan Shin Tae-yong, sekarang. Manajer-pelatih timnas dari Korea mempercayai para pemain berlatih di rumah melalui setoran foto dan video mengenai aktivitas wajib mereka.
Nanti saat berkumpul lagi di pemusatan latihan akan ketahuan seberapa tahan fisik pemain yang berlatih mandiri selama timnas diliburkan terimbas musim wabah korona COVID-19. Akan lebih baik performanya atau sebaliknya, lebih merosot.
Beruntung kalau performa mereka semakin membaik segar bugar. Buntung jika napas kuda merosot lorot jadi napas kura-kura.
Mungkinkah kejujuran yang menjadi perangai santun terbaik dalam diri pemain berlabel timnas? Jangan sampai kebohongan yang mengasah bakat bengal terpendam mereka selama ini.
Sepuluh tahun saya mengenal Kolev, Schaller, dan Segrt -- rasanya masih amat kurang waktu buat menimba ilmu sepak bola dari pelatih Eropa. Pengalaman pahit Bulgaria, pengamatan cermat Austria, dan keraguan sinis Kroasia menyoroti mental nakal pemain dengan kualitas terbatas patut dipelajari lebih serius.
Bosan kalah terus.
Video: Skuat Borneo FC Sisihkan Gaji Untuk Berdonasi Perangi Korona
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(PAT)