Jakarta: Peneliti Hukum Olahraga Eko Noer Kristiyanto menilai kekerasan yang kerap terjadi antarsuporter sepak bola bukan hanya karena masalah prosedural keamanan.
Lebih jauh, kata dia, ada persoalan lain yang lebih substantif yang mendasari kekerasan antarsuporter bola kerap tak terhindarkan.
"Kalau bicara prosedural siapa pun bisa saling tunjuk, masing-masing bicara yurisdiksinya. Tapi di sini substansinya permusuhan, ada energi kebencian di sepak bola kita yang tidak tuntas," ujarnya dalam Prime Talk Metro TV, Selasa 25 September 2018.
Eko mengatakan insiden yang menewaskan Jakmania Haringga Sirla pada laga Persib vs Persija pekan lalu diketahui bermula dari aksi sweeping yang dilakukan oleh oknum Bobotoh; sebutan untuk pendukung klub sepak bola Persib.
Meski sudah diperingatkan untuk tidak dilakukan, faktanya masih terjadi di lapangan. Bahkan pertandingan menjadi momentum pemicu rasa kebencian itu bisa disalurkan.
"Dan bukan hanya saat pertandingan kekerasan lain di dalam keseharian pun terjadi. Misalnya ada yang dipukuli di mal," kata dia.
Menurut Eko, di tatanan atas boleh jadi pemimpin masing-masing suporter berjabat tangan berfoto bersama dan menjadi berita utama media massa namun dendam di akar rumput tetap ada.
Tanpa sepak bola pun, kata dia, penganiayaan bahkan menghilangkan nyawa seseorang bisa langsung dipidana tanpa delik aduan. Karenanya, penegakan hukum atas peristiwa hilangnya nyawa suporter seharusnya bisa dikawal dan diproses sebagaimana kasus penganiayaan berat lainnya.
"Kasus semacam ini bukan hanya persoalan federasi tapi semua pihak. Makanya butuh kolaborasi. Niat baik dari federasi, pemerintah, dan komunitas harus disatukan untuk kemudian disosialisasikan ke akar rumput," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(MEL)