"Sebab jika naik ke area atas Candi, dan para pengunjung memegang batu, mungkin ini akan terjadi penularan-penularan. Nah, kalau batu kita semprotkan disinfektan, barangkali akan mengganggu," sambungnya.
Setelah Borobudur dibuka, muncul beberapa objek wisata lainnya yang juga ingin dibuka. Namun Ganjar hanya bisa memberi izin, jika objek wisata itu memiliki dokumen persyaratan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Semua yang membuka harus punya dokumen dan kami verifikasi satu persatu. Jika tak memenuhi syarat, maka kami tidak izinkan mereka membukanya," terang Ganjar.
Dalam pelaksanaannya, ternyata ada beberapa destinasi yang justru tidak bisa mengendalikan pengunjung yang datang. Akhirnya Ganjar tak segan-segan menutup kembali.
"Kami menerapkan sistem buka tutup. Seperti kalau kemudian mereka sudah buka, namun tidak bisa mengendalikan pengunjung, maka akan ditutup kembali. Contoh saat weekend kemudian pengunjung membludak. Maka kami menutup kembali. Sistem ini merupakan bagian cara kami mengontrol," jelas suami dari Siti Atiqoh Supriyanti ini.
Sistem ini dianggap menjadi cara Jawa Tengah mengontrol pariwisata agar tetap hidup. Sekaligus meredam pergerakan kasus covid-19.
"Contoh Borobudur, dimulai dari 1.500 pengunjung saat pandemi, tapi mereka minta menambah 5000 pengunjung, kami enggak kasih. Kalau mau 3000 pengunjung dulu. Namun kalau bisa dikenalikan 3000 baru kami bisa izinkan untuk menampung 5000 pengunjung, Jadi prosesnya bertahap," pungkas Ganjar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(TIN)