Salah satu provinsi yang masih memiliki persentase stunting tinggi adalah Nusa Tenggara Timur, yaitu 59-60 persen, dimana tertinggi kedua setelah Sulawesi Barat. (Foto: Dok. Metrotvnews.com/Sri Yanti Nainggolan)
Salah satu provinsi yang masih memiliki persentase stunting tinggi adalah Nusa Tenggara Timur, yaitu 59-60 persen, dimana tertinggi kedua setelah Sulawesi Barat. (Foto: Dok. Metrotvnews.com/Sri Yanti Nainggolan)

Stunting dan Gizi Bumil di Nusa Tenggara Timur

Rona gizi
Sri Yanti Nainggolan • 04 Mei 2017 07:42
medcom.id, Kupang: Stunting atau anak adalah salah satu masalah gizi yang masih banyak terjadi di Indonesia. Salah satu provinsi yang masih memiliki persentase stunting tinggi adalah Nusa Tenggara Timur, yaitu 59-60 persen, dimana tertinggi kedua setelah Sulawesi Barat.
 
"Anak mengalami stunting akibat kurang gizi saat dalam kandungan sehingga tumbuh pendek dan berat badan tak normal. Jangan sampai otak ikutan pendek," tukas Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek saat memberikan Kuliah Umum di Poltekkes Kupang, Selasa (2/5/2017).
 
Ia menambahkan, jika anak mengalami stunting, maka kecerdasan otak pun akan ikut terpengaruh, dalam hal ini ikut menurun. Artinya, kemampuan anak untuk bisa mencapai tingkat akademia yang tinggi pun akan semakin sulit dan berpeluang menjadi beban negara dimana seharusnya bisa menjadi aset.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Oleh karena itu, Nila mengharapkan agar para wanita yang ingin hamil mempersiapkannya dengan baik dan bertanggung jawab.
 
"Kalau sedang hamil tak perlu ikut diet supaya tetap terlihat langsung. Yang penting gizi dalam kandungan tercukupi," tandasnya.
 
(Baca juga: Ibu Minim Pengetahuan Nutrisi Memicu Anak Kurang Gizi)
 
Terkait gizi, Nila menyadari bahwa kebanyakan ibu hamil (bumil) di daerah kurang maju memang kurang mendapatkan informasi terkait hal tersebut. Selain itu, sumber pangan pun tak memadai di daerah-daerah tersebut. Meski demikian, Nila juga tak memungkiri bahwa peran budaya turut berperan dalam menghambat pemenuhan gizi bumil.
 
"Contohnya, di NTT ini banyak ikan yang kaya akan protein. Tapi bumil dilarang makan karena nanti anaknya kalau lahir jadi bau. Itu kan hanya akal-akalan para bapak saja biar bisa maka ikan," terangnya sambil bergurau.
 
Masih terkait pangan, Nila berharap masyarakat daerah dapat memanfaatkan makanan yang berpotensi tumbuh dengan subur di daerah tersebut untuk dijadikan sebagai sumber gizi.
 
"Tingkat kesuburan di NTT memang lebih rendah daripada daerah lain, namun ada beberapa tanaman yang bagus ditaman seperti jagung dan daun kelor (yang bisa dimanfaatkan)," ujarnya memberi saran.
 
Selain itu, Nila juga mengungkapkan bahwa ada kebiasaan di beberapa daerah NTT yang juga memicu terjadinya stunting pada anak. Misalnya, sekitar 75 persen ibu di perbatasan Atambua tidak dapat memberikan ASI secara ekslusif karena diasingkan dan hidup terpisah dari anak karena budaya di daerah tersebut.
 
"Ada faktor budaya yang memang di luar kemampuan bidang kesehatan. Padahal dalam hal ini, terlihat bahwa budaya memegang peran penting terkait kebiasaan suatu daerah," ungkapnya.
 
Menanggapi hal tersebut,  dr. Kornelis Kodi Mete mengaku bahwa saat ini pemerintah Provinsi NTT setempat tengah melakukan perbaikan melalui beberapa program seperti penyuluhan dan membantu distribusi bahan pangan.
 
"Kami mengupayakan tenaga kesehatan (nakes) untuk terus memberikan pemahaman terkait gizi dan turut berkerja sama dengan sektor lain dalam hal ketersediaan bahan pangan," katanya dalam kesempatan yang sama.
 

 


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(TIN)


social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif