Jakarta: Kanker serviks tentunya menjadi salah satu momok yang menakutkan bagi para wanita. Data terbaru dari Global Burder Cancer (GLOBOCAN) pada tahun 2018 menunjukkan terjadi peningkatan insiden kanker serviks di Indonesia dalam lima tahun terakhir.
Pada tahun 2012 sendiri terdapat 20.928 insiden kanker serviks, namun di tahun 2018 naik menjadi 32.469 kasus dan hampir separuhnya tidak terselamatkan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Banyaknya penderita kanker serviks yang tidak terselamatkan umumnya adalah karena penanganan yang terlambat. Mengingat semakin tinggi stadium kanker serviks maka tingkat kesembuhannya pun semakin berkurang.
Untung Endang Suryani, salah satu wanita yang merupakan survivor kanker serviks yang sudah dinyatakan bersih pada tahun 2018 lalu. Dan ia menuturkanya pada Medcom.id.
Gejala awal kanker serviks
Desember 2016 awalnya ia tidak mengetahui bahwa dirinya terkena kanker serviks, sebab ia hanya mengalami keputihan biasa saja. Keputihan yang dialaminya pun berwarna bening dan tidak berbau sehingga ia merasa tidak ada apa-apa. "Kalau kata orang-orang kan yang bermasalah itu kalau berbau, kebetulan saya tidak berbau saya mengira bahwa itu bukan penyakit," ujar Endang.Kebetulan memang Ibu Endang sudah lama berpisah dengan suaminya selama 15 tahun, sehingga dirinya pun tidak pernah lagi mengecek kesehatan reproduksinya ke dokter.
"Ketika masih ada suami saya rajin cek, rajin papsmear, dan memang tidak ada masalah dan bersih. Begitu saya sudah sendiri, ya saya tidak pernah cek lagi karena saya pikir untuk apa? Kan saya tidak melakukan apa-apa terus untuk apa saya mesti cek," cerita Endang.
Pada awalnya, Endang merasa bahwa keputihan yang dialaminya tersebut merupakan tanda-tanda mau menstruasi. Namun ternyata, setelah menstruasinya selesai keputihan yang dialaminya tersebut tidak kunjung berhenti.
Endang yang pada saat itu berusia 50 tahun bercerita kepada temannya dan temannya tersebut mengatakan bahwa hal tersebut mungkin terjadi karena menjelang masa-masa menopause. "Kata teman saya mungkin karena gejala menopause, lalu teman saya menyarankan untuk minum jamu."
Endang pun mengikuti saran temannya tersebut dengan minum jamu kunyit putih, yang dianggap bisa menyembuhkan kanker sekalipun. "Dengan minum ini kalau misalkan itu kanker juga tidak akan jadi kanker katanya. Jadi saya pun minum itu, dibikinin sama dia malahan. Selama dua bulan minum, tapi masih tetep keputihan terus."
Hingga akhirnya pada bulan Februari 2017, Endang mengalami menstruasi yang cukup banyak namun hanya tiga hari. Kemudian di bulan Maret sampai April, Endang tidak menstruasi sehingga ia mengira bahwa memang benar karena menopause.
"Saya pikir wah benar nih berarti menopause, udah berhenti." Tapi masih keputihan, lalu kata teman saya itu merupakan hal yang biasa dan normal terjadi. Kata dia keputihannya bisa sampai lima atau enam bulan tapi itu tidak apa-apa."
Untuk mengobati keputihan yang dialaminya tersebut, berbagai macam obat herbal mulai dari harga yang paling murah sampai yang paling mahal sudah pernah ia coba namun tidak membuahkan hasil.
Kemudian, pada bulan Mei 2017 Endang mengalami menstruasi kembali. Pada saat itu, darah yang keluar pada saat menstruasi sangat banyak bahkan Endang bercerita bahwa ia sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur.
"Akhir bulan Mei pas waktu itu awal-awal puasa, itu saya menstruasi lagi dan banyak banget sampai saya merasa kok kulit saya jadi putih dan waktu itu tidak sadar kalau HB-nya Sudah rendah banget." Pada saat itu, Endang pun akhirnya memeriksakan dirinya ke dokter.
"Saat sudah tidak bisa bangun baru akhirnya nurut mau ke dokter, padahal dari awal adik-adik saya sudah bilang suruh ke dokter tapi dulu tuh parno kalau denger kata dokter tuh mikirnya gini 'Wah nanti kalau diapa-apain malah jadi ada penyakit'. Jadi saat itu saya belum mau ke dokter, begitu sudah tidak bisa bangun baru deh minta diantar ke rumah sakit tapi dengan satu syarat, cari rumah sakit yang ada teman atau kenalan di sana biar tidak takut diapa-apain, biar tidak takut salah diagnosa."
Akhirnya ketika diperiksa di rumah sakit, barulah dokter mengatakan bahwa Endang suspect kanker serviks.
Dan ketika diberitahukan hal tersebut, ia mengatakan bahwa dirinya langsung teringat artis Julia Perez yang juga terkena kanker serviks. "Dibawalah ke rumah sakit, pas diperiksa barulah dibilang kalau ini suspect-nya kanker serviks. Terus yang keinget langsung siapa? Jupe. Wah, Jupe meninggal karena kanker serviks, dia satu tahun, bagaimana saya? Wah kurang dari satu tahun nih. Udah mikirnya mati, gitu kan, itu tahun 2017 bulan Juni."
(Baca juga: Penyebab, Gejala dan Cara Mencegah Kanker Serviks)
Mendapat vonis
Endang pun melalui berbagai pengecekan kondisi tubuhnya, dan ketika dicek ternyata kadar HB dalam darahnya hanya 2,6 gr/dL padahal wanita normal seharusnya memiliki kandungan HB dalam darahnya sekitar 12-16 gr/dL."Pantesan waktu itu keliatannya putih padahal itu karena pucat. Sudah tidak bisa bangun, badannya panas, terus napasnya juga berdegup kencang sekali."
Akhirnya karena pada saat itu hari Sabtu, dokter pun menyuruhnya untuk menjalani proses transfusi terlebih dahulu sambil membuat kartu BPJS karena kebetulan saat itu Endang belum memiliki kartu BPJS.
"Karena kebetulan saya masuknya itu tidak pakai BPJS jadi lebih baik nunggu sampai hari Senin sekalian mengurus BPJS. Karena menurut dokter saya pada saat itu pengobatan kanker itu seumur hidup. Kalau ibu punya uang sekarang, belum tentu ke depannya akan sanggup."
Setelah itu, Endang pun dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar untuk mendapatkan penanganan yang lebih maksimal. Di rumah sakit kedua ini Endang pun melakukan biopsi untuk kankernya tersebut.
Sambil menunggu hasil biopsi, Endang melakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui seberapa besar kanker serviksnya itu menyebar. Dan dari hasil USG itu diketahui bahwa kanker serviks yang dialaminya sudah menyebar sekitar seperempat dari luasan serviks Endang.
Setelah melakukan USG, Endang pun menerima hasil biopsi dari kankernya tersebut.
"Ketika dokter membacakan hasil biopsi saya, dokternya bilang 'Astagfirullah', mendengar itu saya pun jadi takut dan merasa lemas." Akhirnya diketahui bahwa Endang menderita kanker serviks stadium 2B yang merupakan jenis kanker ganas. "Kemudian doker pun memanggil keluarga saya, sedangkan saya langsung dibawa ke IGD."

(Semangat dan kebahagiaan kunci melawan kanker serviks bagi Untung Endang Suryani. Foto: Dok. Medcom.id/Raka Lestari)
Menjalani perawatan
Setelah sampai di IGD, Endang pun bercerita bahwa itulah awal mula ia merasakan sakit yang amat sangat dalam menjalani perawatan untuk kanker serviksnya tersebut."Pada saat di IGD, saya dipasang tampon. Tamponnya itu bukan tampon yang buat menstruasi ya, tampon yang buat pengobatan itu pakai kain kasa, gulungan kain kasa. Jadi gulungan kain kasa itu dibuka, dikasih obat untuk pereda perdarahannya, ngobatin pendarahannya baru dipasang dalam vagina. Dan itu sakitnya amat sangat luar biasa, sakit banget. Saya sampai menjerit-jerit. Dan kayanya satu lorong rumah sakit ngedenger saya jerit-jerit."
Namun ternyata, pengobatan menggunakan tampon tersebut tidaklah seberapa. Pada saat Lebaran hari pertama tahun 2017, Endang juga harus mengalami kesakitan lainnya. Pada saat itu, ia ingin pergi ke kamar mandi karena ingin buang air kecil, tidak disangka ketika ia membuka celananya ternyata keluar darah sebesar batu-bata.
Hal itu tentu saja membuat Endang sangat syok dan ketakutan. "Waktu itu lebaran hari pertama, keluar darah sebesar batu-bata dan berwarna kehitaman. Nah, saya melihat darah sebesar itu langsung menjerit sekencang-kencangnya, di situ saya takut banget."
Karena kejadian tersebut, Endang pun akhirnya kembali dibawa ke IGD untuk diberikan perawatan. "Dari situ, begitu saya masuk IGD lagi itu dipasang tampon. Itu rasanya sakitnya 10 kali lipat dari yang pertama kali dipasang. Keponakan saya yang mendampingi saya, itu bilang tampon yang dipakai itu ngga cuma satu gulung tapi tiga gulung. Satu gulung aja sakitnya setengah mati, apalagi tiga gulung."
Karena perdarahan yang tidak berhenti-berhenti tersebut, dokter pun memutuskan untuk memberikan pengobatan dengan cara pemberian sinar radiasi.
"Baru tahu kan dari situ yang bisa menghentikan perdarahan pada kanker serviks itu hanya dengan sinar radiasi. Di radiasi lima kali, berhenti untuk sementara."
Untuk melanjutkan pengobatan radiasi yang berikutnya, waktunya ternyata masih lama harus menunggu dua bulan dan karena dokter tidak mau merasa 'kecolongan' takut pasiennya terjadi apa-apa selama waktu tunggu tersebut akhirnya diputuskanlah untuk menjalani kemoterapi.
"Nah waktu mau menjalani kemoterapi, barulah saya berkenalan dengan ibu-ibu dan masuk ke komunitas CISC (Cancer Information and Support Center)."
Tidak kehilangan semangat
Ketika sedang menjalani kemoterapi untuk kankernya tersebut, Endang pun bertemu dengan teman-teman yang memiliki permasalahn yang kurang lebih sama dengan Endang, yaitu menderita kanker.Akhirnya Endang pun bergabung dengan komunitas Cancer Infromation and Support Center. Komunitas tersebut tidak hanya memiliki anggota yang menderita kanker serviks, tetapi juga berbagai kanker lainnya seperti kanker paru-paru, kanker serviks, bahkan anak-anak pun ada yang menjadi anggota CISC.
"Di situ saya tidak merasa sendirian lagi, kalau sebelum-sebelumnya kan saya merasa sendirian. Saya merasa orang lain tidak ada yang mengerti rasa sakit yang saya alami seperti apa tetapi begitu saya masuk ke CISC saya pun menyadari kalau ada banyak orang yang bisa survive padahal mereka banyak yang memiliki penyakit yang lebih parah dari saya," tutur Endang.
Dari situ Endang mulai lebih terbuka, bahwa hal yang terpenting dalam menghadapi penyakitnya tersebut adalah semangat.
"Wawasan saya pun mulai terbuka dan saya pun mulai memahami bahwa saya harus menyemangati diri saya sendiri. Tidak boleh sebentar-sebentar mengeluh karena rasa sakit yang dialami. Saya juga jadi belajar untuk bisa tetap semangat walaupun tertatih-tatih," kata Endang.
"Jadi fungsinya grup itu ya penting banget buat kita untuk saling menguatkan. Saat sharing, saling menguatkan, terus kita jadi punya semangat juga. Semangat untuk tetap bisa menjalani pengobatan walaupun efeknya tuh banyak banget. Karena ada teman saya yang efek dari pengobarannya itu bisa sampai ke usus besar dan malah jadi menyebabkan kanker usus besar."
Endang juga mengatakan bahwa kepada penderita kanker, apapun yang terjadi hal utama yang harus dimiliki adalah semangat dan harus bahagia.
Ia juga mengatakan bahwa salah satu alasan mengapa dirinya bisa sembuh dari kanker setelah berkali-kali menjalani sinar radioterapi adalah dengan semangat hidup yang ia miliki dan keinginan untuk terus bahagia.
"Meskipun menderita kanker, saya tidak mau terlihat dikasihani atau terlihat lemas dan pucat. Saya harus tetap terlihat segar dan bahagia," tutup Endang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(TIN)