Puluhan tahun tangannya beradu dengan gunting dan sisir. Koh Edy Kustanto namanya. Ia mewariskan apa yang ayahnya percayai, yaitu menggunting rambut di toko miliknya, Shin Hua Barbershop yang berdiri sejak 1911. (Foto: Dok. Medcom.id/Kumara Anggita)
Puluhan tahun tangannya beradu dengan gunting dan sisir. Koh Edy Kustanto namanya. Ia mewariskan apa yang ayahnya percayai, yaitu menggunting rambut di toko miliknya, Shin Hua Barbershop yang berdiri sejak 1911. (Foto: Dok. Medcom.id/Kumara Anggita)

Aneka

Shin Hua Barbershop, Idealisme Sang Pencukur yang Bergulat Sejak 1911

Rona kisah
Kumara Anggita • 27 Februari 2019 17:05
Tak ada yang lebih membahagiakan selain melakukan apa yang menjadi kecintaan. Salah satunya Koh Edy Kustanto. Setia dalam ranah keindahan rambut, tak lekang oleh waktu, serta berfilosofi hidup sederhana, menjadi pemotong rambut.
 

Surabaya:
Puluhan tahun tangannya beradu dengan gunting dan sisir untuk membuat orang-orang tampil menarik. Jen Ding Kwok atau yang biasa disapa Koh Edy Kustanto bersedia meluangkan waktu senjanya meneruskan usaha barbershop warisan sang ayah.
 
Shin Hua Barbershop berdiri sejak tahun 1911 di Surabaya. Di Jalan Jl. Kembang Jepun, Nyamplungan, Pabean Cantian, Surabaya, Jawa Timur tempat otentik terkesan jadul ini berada.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Dulu, Tan Shin Tjo atau ayah Koh Edy merantau dari Tiongkok lalu mengadu nasibnya dalam bidang ini hanya dengan modal kecintaan terhadap potong-memotong rambut.
 
"Ayah dari Tiongkok asli. Tujuan ayah buka gunting rambut karena suka,” buka Koh Edy saat dihubungi Medcom.id di Surabaya.
 
Koh Edy yang saat ini berusia 70 tahun tidak pernah lelah bangun pagi-pagi setiap harinya untuk tetap bermanfaat bagi orang di sekitarnya.
 
Sejak tahun 1965 dia terus memotong rambut setiap hari Senin sampai Sabtu, pukul enam pagi hingga enam sore.
 
Kebahagiaanya sederhana. Hidup disiplin dan dapat membuat orang tampil terbaik membuatnya merasa puas dengan situasi yang dia miliki.
 
“Sebetulnya, diri om sendiri tidak suka hambur-hamburkan uang. Jika ada disimpan. Koh Edy tidak suka pergi ke disko, beli baju, naik becak. Saya suka jalan kaki, saya tidak suka keluar uang. Lantas kerja seperti waktu sekolah, waktunya bangun ya bangun, tidur ya tidur, disiplin,” tuturnya.
 
“Lantas tetap gembira tidak pernah susah pikiran,” lanjutnya dengan tawa.
 

(Baca juga: Cinta dan Obsesi Josh Lamonaca di Dunia Potong Rambut)
 

Baginya, memotong rambut orang dan membuat orang lain bahagia adalah suatu pencapaian tersendiri.

 

Shin Hua Barbershop, Idealisme Sang Pencukur yang Bergulat Sejak 1911(Puluhan tahun tangannya beradu dengan gunting dan sisir untuk membuat orang-orang tampil menarik. Jen Ding Kwok atau yang biasa disapa Koh Edy Kustanto bersedia meluangkan waktu senjanya meneruskan usaha barbershop warisan sang ayah. Foto: Dok. YouTube MKWU Universitas Airlangga)


Saat kecil


Memotong rambut orang bak sebuah panggilan untuknya. Sejak dari kecil, Koh Edy sudah memerhatikan ayahnya melakukan pekerjaan sekaligus membantu hal-hal kecil yang bisa meringankan tugas sang ayah.
 
“Koh Edy sudah lihat ayah. Saat Sekolah Dasar (SD) membantu seperti bersih cukur, gunting sama bantu buka kain untuk penada rambut. Setelah besar SMP dulu, ayah bilang ayah sudah tua, kamu yang neruskan ya, langsung saja,” tuturnya.
 
Dari sana, Koh Edy semakin serius dengan potong-memotong rambut dengan berguru dengan kerabat dari Malang.
 
“Potong rambut ditemani ayah di kota Malang. Setengah tahun selesai bilangi kamu bisa, kamu pulang, bantu ayah. Orang di Malang secara sukarela mengajar. Teman dulu Koh Edy, guru potong. Orang Tionghoa,” papar lelaki yang murah senyum ini.
 

Shin Hua Barbershop, Idealisme Sang Pencukur yang Bergulat Sejak 1911
(Semangat boleh turun dan naik, namun rasa cinta Koh Edy pada profesinya sebagai tukang cukur yang diwariskan oleh sang ayah tak akan pernah luntur. Foto: Dok. Oky Andries dan Fatsi Anzani dalam buku "Peradaban Rambut Nusantara.")


Hilangnya pelanggan, tergerus zaman


Pada saat barbershop ini dikelola langsung oleh Koh Edy, pelanggan mengalir bagaikan air. Dalam sehari, Koh Edy Bisa mendapat 100-an pelanggan.
 
“Pelanggan 125 per hari, pada tahun 1966.  Banyak orang Tionghoa lantas ada orang Indonesia yang temannya orang Tionghoa juga diajak,” tuturnya.
 
Koh Edy menyediakan jasa yang terbatas namun kemampuan dan rasa percaya yang dimiliki masyarakat pada barbershop ini membuat usaha terus diminati hingga waktu tertentu.
 
“Koh Edy menyediakan empat model. Pertama, model panjang samping persis atas telinga sisir pinggir, sisir tengah, belah pinggir dan tengah. Kedua atas kuping kira-kira. Ketiga seperti tentara cepak itu. Keempat, model Korea, seperti yang Korea Utara seperti pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un,” tuturnya
 
“ Tempat ini ada cuci rambut dan keringkan. Pakai handuk, tidak ada hairdryer,” tukasnya polos.
 
Beriringan dengan waktu, semakin banyak barbershop buka dan melakukan inovasi. Shin Hua Barbershop mulai ditinggalkan, khususnya oleh anak-anak muda.
 
“Toko Koh Edy pernah kosong. Saya mikir dulu tidak seperti ini tapi kenapa sekarang seperti ini. Sejak umur saya 60 (2009) mulai ada satu hari kosong lalu besok datang. Lama-lama dua hari. Setelah didatangi media lantas wawancara, baru mulai berdatangan,” tuturnya.
 
Kendati tidak banyak yang datang, Koh Edy tetap berusaha untuk beradaptasi dengan zaman. Dia berusaha untuk tetap mengikuti kemauan anak muda dengan menjaga komunikasi yang baik dengan mereka.
 
“Sebelum koran dan televisi datang makin hari makin habis. Anak muda tidak mau masuk karena dikira Koh Edy ini sudah tua mana mungkin bisa model baru. Ternyata om ini bisa model baru loh,” yakinnya.
 
“Rahasia om adalah komunikasi yang baik dengan anak muda,” lanjutnya.
 

Shin Hua Barbershop, Idealisme Sang Pencukur yang Bergulat Sejak 1911
(Shin Hua Barbershop berdiri sejak tahun 1911 di Surabaya. Di Jalan Jl. Kembang Jepun, Nyamplungan, Pabean Cantian, Surabaya, Jawa Timur tempat otentik terkesan jadul ini berada. Foto: Dok. YouTube Nibram Pratama)


Usaha yang tak ternilai


Harumnya nama Shin Hua Barbershop membuat orang asal dari Jakarta menawar toko ini dengan harga yang tinggi. Namun, Koh Edy tetap bertahan dengan idealismenya. Berapapun harga yang ditawarkan, Koh Edy akan tetap melanjutkan usaha ini hingga napas terakhirnya.
 
“Usaha ini ditawar delapan milyar dari Jakarta. Saya tidak terlalu tahu detail ya, dia bilang dari Jakarta lantas dia bilang mau dijual. Saya bilang tidak. Ini tinggi loh delapan M. 10 M pun tidak saya jual karena ayah dan ibu pesan sama saya jadi om tidak berani,” tuturnya.
 
Koh Edy tidak mematok harga untuk biaya potong rambut di barber ini. Siapapun bisa datang untuk potong rambut dan membayar sesuai kepantasan dan kesanggupan.
 
“Harga pangkas rambut di tempat om, yang sudah berumur 60 tahun berkisar Rp50 ribu. Namun, sejak saya berumur 61 tahun, saya tidak berani kasih harga, terserah orang mampu berapa,” tuturnya.
 
Koh Edy masih semangat memotong rambut di sini. Bahkan jika tubuhnya sanggup dia rela memotong berapapun jumlah orang yang membutuhkan jasanya.
 
“Koh Edy masih semangat. Ada anak sekolah dari veteran berjumlah 32 mau gunting untuk  foto. Akan tetapi setelah 32 orang itu, wah om gak kuat tenaganya, seperti mau semaput (tidak sadar diri),” kenangnya sambil lepas tawa.
 
“Sehabis potong rambut seneng bisa bikin perempuan cantik dan laki-laki tampil gentle, gagah,” lanjutnya.
 

Shin Hua Barbershop, Idealisme Sang Pencukur yang Bergulat Sejak 1911
(Shin Hua Barbershop, jadi saksi bisu kesederhanaan Koh Edy sejak puluhan tahun yang lalu. Foto: Dok. YouTube Nibram Pratama)


Semangat mengajar


Tidak hilang ide, Koh Edy terus berkiprah dalam usaha potong-memotong rambut juga dengan cara mengajar. Saat ini Koh Edy bersedia memberikan pengajaran bagi orang-orang yang mau belajar memotong rambut dengan serius.
 
“Saya mengajar ada murid tiga loh, ada dari Madura dua dan Bangka satu. Selain mencukur saya juga ngajarin orang karena saya tidak pernah berenti bekerja. Tinggal mereka mau atau tidak,” tuturnya.
 
Sebuah integritas, kesetiaan, dan kesederhanaan membawa Koh Edy hidup dalam kepuasaan batin yang didamba banyak orang. Bahagia dengan yang dilakukan dan sederhana.
 
Koh Edy, pria 70 tahun terus memberi makna bagi siapa pun di sekitarnya.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(TIN)


social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif