Ilustrasi-Pexels
Ilustrasi-Pexels

Cara Mengahadapi Pasangan yang Otoriter dalam Mengasuh Anak

Rona hubungan pasangan
Kumara Anggita • 01 Mei 2020 08:05
Jakarta: Idealnya dalam mengasuh anak, keputusan suami dan istri bisa seimbang. Namun terkadang tetap ada satu pihak yang lebih otoriter entah itu suami atau istri.
 
Bila dalam hal tersebut, seperti suami lebih otoriter, kira-kira apa yang harus dilakukan? Reynitta Poerwito, Bach of Psych.,M.Psi.,Psikolog dalam Konsul Psikolog 1 di Orami, mencoba memberi solusinya.
 
Menurut Reynitta, situasi ini sangat wajar mengingat suami dan istri dibesarkan di keluarga yang berbeda. Sehingga nilai-nilai yang dibawa pun juga ikut berbeda. Untuk mengatasinya, Reynitta menyarankan istri dan suami untuk banyak berdiskusi dengan cara yang tepat.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Untuk menyamakan persepsi coba sering-sering ngobrol tentang caranya mba. Pasti suami juga punya tujuan yang positif untuk anak, tapi kita bisa tekankan bahwa kita bukan tidak setuju dengan isinya, tapi caranya,” jelasnya.
 
Ajarkan pada suami atau istri Anda bahwa ada cara lain agar anak bisa menerima nilai-nilai yang dimaksud tanpa menggunakan cara yang otoriter.
 
“Kita bisa kok mengajarkan anak agar disiplin, tanggung jawab dan kerja keras tidak dengan bersikap otoriter. Anda bisa tekankan bahwa selain tiga hal itu, penting juga untuk mengajarkan anak menjadi percaya diri, berempati dan bahagia terhadap dirinya sendiri dan ini tidak akan didapat dari pengasuhan yang otoriter,” terang Reynitta.
 
Tidak perlu takut mengutarakan hal ini pada pasangan Anda, karena pendapat individu sama bernilainya dengan pendapat pasangan.
 
“Mungkin pola asuh yang diterapkan oleh orang tua suami kerja buat suami, tapi belum tentu kerja buat anak, karena Anda dan pasangan merupakan dua individu yang berbeda,” jelasnya.
 
Jangan takut terlibat konflik sama pasangan demi memperjuangkan sesuatu yang benar. Misalnya Anda melihat sikap asuhan pasangan ke anak membuat anak merasa cemas atau ketakutan, maka jangan segan untuk berdiskusi dengan dia walau Anda tahu nanti akan berujung dengan konflik.
 
"Yang paling penting adalah penyelesaian konfliknya harus tuntas. Jangan sampai berkonflik tapi sia-sia. Selama untuk kepentingan anak, kita punya tanggung jawab untuk menyuguhkan pengajaran dan support yang terbaik untuk anak kita,” tutupnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(FIR)


social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif