Jakarta: Data dari UNICEF menyebutkan anak laki-laki seringkali menjadi korban pada pernikah muda. Sebab pernikahan muda membuat masa kecil bahagia yang semestinya dirasakan anak sirna begitu saja.
"Pernikahan mencuri masa kecil," kata Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta Fore, seperti dikutip Times of India.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Dalam penelitian, kata Fore, sedikitnya terdapat 115 juta anak laki-laki yang menikah dengan usia di bawah umur. Analisis tersebut juga mengungkapkan bahwa satu dari lima anak atau hampir 23 juta anak, menikah sebelum mereka mencapai usia 15 tahun.
“Akibatnya, pengantin pria yang merupakan anak-anak dipaksa memikul tanggung jawab orang dewasa yang mungkin, mereka belum siap untuk menanggungnya,” sambung dia.
Pernikahan dini memaksa anak untuk berperan sebagai seorang ayah sejak dini. Kata Fore, pernikahan dini juga menambah tekanan anak karena harus menyediakan makanan untuk keluarga. “Serta memotong pendidikan pendek dan peluang kerja,” ungkap Fore.

Ilustrasi--Pernikahan dini memaksa anak untuk berperan sebagai seorang ayah sejak dini.Medcom.id
Setelah mempelajari data dari 82 negara, Fore menyebut bahwa pernikahan anak sangat lazim terjadi di berbagai negara termasuk Pasifik, Afrika sub-Sahara, Amerika Latin dan Karibia. Pernikahan juga terjadi di benua Asia, seperti di Asia Selatan dan Asia Timur.
“Menurut data UNICEF, Republik Afrika Tengah memiliki prevalensi pernikahan anak tertinggi di antara laki-laki (28 persen), diikuti oleh Nikaragua (19 persen) dan Madagaskar (13 persen),” beber dia.
Jumlah pengantin anak diperkirakan mencapai 765 juta orang. Anak perempuan turut menjadi korban pernikahan dini. Menurut data UNICEF, satu dari lima perempuan muda yang saat ini berusia 20 hingga 24 tahun, dahulunya menikah sebelum usia mereka memasuki 18 tahun.
Sementara prevalensi, penyebab dan dampak pernikahan anak perempuan telah dipelajari secara luas. Sementara hanya sedikit penelitian pada pernikahan di antara anak laki-laki. Namun yang jelas, baik anak laki-laki maupun perempuan paling berisiko mengalami perkawinan dini karena berasal dari rumah tangga tidak mampu secara ekonomi, tinggal di daerah pedesaan, dan memiliki Pendidikan rendah.
“Kita harus tahu bahwa menurut Konvensi Hak-Hak Anak, menikahkan anak laki-laki dan perempuan ketika mereka masih anak-anak bertentangan dengan hak-hak yang diabadikan dalam Konvensi,” kata Fore.
Lebih lanjut, Fore berharap penelitian ini berdampak luas dan bisa membantu mengurangi jumlah pernikahan pada anak. Sebab hak haruslah terpenuhi berdasarkan konvensi hak-hak anak. “Melalui penelitian lebih lanjut, investasi, dan pemberdayaan, kita dapat mengakhiri pelanggaran (pernikahan dini) ini," tandas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(YDH)