Ketua KPAI Susanto mengatakan banyaknya variasi kasus yang melibatkan anak salah satu penyebabnya dipicu oleh tayangan yang mereka saksikan.
Tak hanya melalui visual dari tayangan elektronik seperti televisi, film di bioskop, maupun lewat media sosial YouTube. Namun juga dari perilaku kehidupan sehari-hari.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Dalam sejumlah riset tak hanya perilaku, namun juga performa hingga pilihan kata yang digunakan anak dalam keseharian dipicu oleh apa yang dilihat dan didengar," ungkap Susanto, dalam Selamat Pagi Indonesia, Jumat 2 Februari 2018.
Susanto mengatakan media baik internet, bioskop, televisi, maupun lingkungan sehari-hari disadari atau tidak berpengaruh besar terhadap cara berpikir, bertindak, dan bagaimana anak memutuskan sesuatu.
"Kenapa anak reaktif? misalnya mudah memukul temannya. Mungkin karena dalam banyak kasus dipicu tontonan yang diyakini menarik bagi mereka sehingga terinspirasi," katanya.
Susanto mengatakan meski KPAI bukanlah pihak yang bertanggung jawab terhadap tayangan yang muncul secara visual, namun ia merasa perlu mendorong semua pihak terutama orang tua dalam memberikan literasi untuk memilih tontonan apa yang layak dikonsumsi anak-anak.
Menurutnya, sebelum orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk menonton apa pun harus dipastikan bahwa pesan, adegan, hingga pemeran dalam tayangan cocok dan sesuai dengan usia anak.
"Karena adegannya bisa saja negatif meskipun pesannya positif. Faktor figur juga menentukan sebab figur yang terbiasa melakukan kekerasan kemudian ditonton oleh anak juga bisa memengaruhi," kata Susanto.
"Di sisi lain penting juga bagi kita semua memproduksi tayangan atau film yang ideal bagi anak. Bukan hanya diserahkan ke mekanisme pasar namun juga perlu pelibatan kementerian. Saran kami buatlah film yang terus menginisiasi produksi tayangan yang ramah anak," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(MEL)