Meski demikian, bukan berarti sekolah inklusi tak memiliki kendala. Direktur Rumah Autis, Mohamad Nelwansyah mengatakan, kurangnya kapasitas guru, terutama guru pendamping bagi AdD masih menjadi hambatan yang masih dirasakan hingga saat ini.
"Kapasitas guru pendamping bagi AdD sangat terbatas di sekolah inklusi. Kebanyakan gurunya adalah guru reguler sehingga tidak mengerti cara menghadapi AdD," ujar Nelwan (sapaannya) ketika dihubungi metrotvnews.com, Rabu (10/12/2014).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Selain itu, menurutnya, AdD rentan mengalami bullying (kekerasan), baik secara verbal maupun non verbal. Akibatnya, AdD pun menjadi trauma.
Untuk menghindari hal tersebut, Nelwan menyarankan agar masing-masing guru (baik guru reguler maupun guru pendamping), melakukan sharing (berbagi) tentang AdD. Selain itu, guru pun dituntut untuk memberi pemahaman bagi siswa yang secara fisik normal, agar tidak melakukan bullying kepada AdD.
"Seringkali, guru reguler di sekolah inklusi lepas tangan karena mereka berfikir AdD itu tanggung jawab guru pendamping. Padahal, murid-murid di sekolah kan tanggung jawab semua guru," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(AWP)