"Layanan pendidikan di ketiga wilayah tersebut mayoritas masih lumpuh. Banyak sekolah tidak mudah dipulihkan, mereka terendam lumpur, roboh, bahkan hanyut terbawa arus," kata Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) dalam keterangannya, Kamis 4 Desember 2025.
Menurutnya, proses pembersihan dan perbaikan awal sekolah sangat minim. Bahkan hanya mengandalkan swadaya masyarakat serta relawan dalam seminggu terakhir.
"Sudah satu pekan, tapi pembersihan sekolah masih banyak yang dilakukan manual oleh warga dan guru karena belum ada dukungan logistik yang memadai,” ujar Ubaid.
Sementera itu, ratusan ribu siswa dan guru terdampak banjir. Nasib mereka terkatung tanpa kepastian bisa kembali belajar dengan layak.
"Yang lebih memprihatinkan, meskipun skala kerusakan dan cakupan korban terdampak sangat masif, Presiden belum menetapkan status bencana nasional," ungkapnya.
Menurut dia, tidak adanya status bencana nasional membuat lambatnya aliran dana khusus di sektor pendidikan. Padahal sudah jelas menurut Ubaid, Daerah tidak mampu menanggung biaya perbaikan ataupun pemulihan layanan pendidikan tersebut.
"Yang lebih memprihatinkan, meskipun skala kerusakan dan cakupan korban terdampak sangat masif, Presiden belum menetapkan status bencana nasional. Akibatnya proses di lapangan jalan di tempat," ujar Ubaid.
Sebelumnya, banjir bandang dan tanah longsor menerjang sekitar 50 kabupaten/kota di tiga provinsi. Ribuan rumah warga rusak parah akibat banjir dan longsor yang terjadi sejak pekan lalu.
| Baca juga: Mahasiswa PTKI Terdampak Banjir Sumatra Dapat Relaksasi Perkuliahan, Apa Saja? |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News