Jakarta: Pemikiran bahwa pekerjaan domestik seperti memasak adalah kewajiban perempuan perlu disingkirkan. Ini karena, keterlibatan perempuan maupun laki-laki di dalam rumah yang setara dapat membuat keluarga jauh lebih bahagia.
Sebuah survei nasional di Amerika oleh Olson dan Olson menunjukan bahwa persepsi atas kesetaraan gender dalam relasi pernikahan berhubungan dengan kepuasaan pernikahan. Karena itu, penting untuk para lelaki di rumah untuk memulai kegiatan ini. Hal itu agar anak laki-lakinya bisa memahami dan menerapkannya di keluarganya sendiri nanti.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Psikolog Klinis Anak, Remaja, dan Keluarga, Roslina Verauli , M.Psi., Psi. menjelaskan bahwa anak belajar tentang identitas gender (peran, perilaku, fungsi, dan status) melalui identifikasi gender di lingkungan (interaksi dengan orang tua, media, dan sekolah). Berkaitan dengan itu, para ayah harus menunjukan karakter maskulin tanpa stereotip yang berdampak negatif.
"Remaja hanya belajar dari lingkungan. Bapak-bapak mulai masak biar anak muda meniru. Anak muda akan belajar sisi maskulin saat ayahnya di dapur," ungkapnya di Jakarta, Senin, 26 Agustus 2019.
"Ketika anak laki-laki terlibat dalam kegiatan rumah tangga. Mereka akan siap berperan egaliter," katanya.
Dari data BPS terkait Indeks Kesenjangan Gender (IKG) period 2015-2017, di Indonesia diketahui bahwa terdapat kesenjangan peran gender yang signifikan dengan angka yang bervariasi di tiap wilayah provinsi. Tak hanya itu, riset dari Hill ASEAN Studies 2018 menunjukan bahwa 60 persen istri bekerja di Indonesia, namun kurang dari 3 diantara 10 suami yang bersedia memasak.
Psikolog Roslina mengungkapkan bahwa mulai dari sekarang hingga nanti masyarakat Indonesia perlu menerapkan Gender Partnership. Ini adalah pembagian peran dan kerja dalam keluarga keluarga dalam ranah publik, domestik, dan sosial kemasyarakatan.
Perlu diingat bahwa pemahaman tentang kerja domestik seperti memasak adalah bagian dari konstruksi sosial budaya. Jadi mengingat budaya terus berkembang dan berubah, pemahaman tersebut tidak bisa diterapkan lagi di masa kini ketika para perempuan pun ikut bertanggungjawab secara finansial.
Karena itu, ajarkan lah sejak dini para anak tentang berkontribusi dalam pekerjaan rumah tangga. Bila semua anggota diperlakukan adil maka keluarga akan bahagia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(YDH)