Pemimpin Besar Revolusi itu sebenarnya sudah disarankan dokter agar memperbanyak istirahat. Sukarno terserang gejala malaria tertiana.
Dalam Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Jepang dan Zaman Republik (2011), Marwati Djoened mengutip ucapan Sukarno yang menyebut bahwa pembacaan proklamasi kemerdekaan sebagai peristiwa 'maha penting'. Sebab itulah, ia tetap memilih untuk hadir dan berdiri di hadapan rakyat dan tidak memedulikan kondisi tubuhnya yang masih terbilang lemah.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan Tanah Air kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya," ucap Presiden Sukarno, seperti yang ditulis Marwati.
Dokter menuruti Sukarno. Pada Jumat pagi, 17 Agustus 1945 itu, ia disuntik cairan chinineurethanintramusculair dan meminum pil brom chinine, dan kembali tertidur. Baru pada pukul 09.00 WIB, Bung Karno terbangun. Dengan berpakaian rapi putih-putih, ia pun menyambut kedatangan Bung Hatta.
Tepat pukul 10.00 WIB, keduanya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dari serambi rumah. "Demikianlah Saudara-saudara! Kita sekalian telah merdeka!" ujar Bung Karno di hadapan massa.
Baca: Menu Sahur Sukarno dan Hatta di Pagi Kemerdekaan Indonesia
Meski sebelumnya sempat bersantap sahur bersama Bung Hatta di rumah Laksamana Maeda, namun pada 9 Ramadan 1364 H itu, dokter melarang Sukarno berpuasa. Bung Besar mesti meminum obat, jika memang cita-cita kemerdekaan benar-benar ingin tercapai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (SBH)