Laporan Flash Report Oktober mencatat tujuh kota tersebut adalah Makassar dan Denpasar sebesar 11,6 persen, kemudian Bogor 4,5 persen, Semarang 3,7 persen, Yogyakarta 2,1 persen, Depok 2 persen dan Tangerang 1 persen.
Head of Research Rumah123 Marisa Jaya mengatakan pertumbuhan selisih harga yang positif ini mengindikasikan potensi pasar properti di beberapa kota besar tersebut mengalami pergerakan yang positif.
"Hal ini menjadi salah satu tanda bahwa sektor properti masih menjadi investasi yang menarik dan aman, bahkan di tengah ketidakpastian ekonomi," kata dia dalam laporan dikutip Selasa, 5 November 2024.
Menurutnya, dengan harga properti yang tumbuh lebih tinggi daripada inflasi, konsumen dan investor dapat terlindungi dari dampak inflasi. Selain itu, pertumbuhan harga ini meningkatkan potensi capital gain jangka panjang.
"Ini juga menjadikan properti pilihan aset yang stabil di tengah volatilitas ekonomi,” jelas Marisa.
Baca juga: Harga Rumah Naik, Ini Kota dengan Kenaikan Tertinggi |
Bagi pengembang dan pemilik properti, tren ini memperkuat optimisme pada prospek pasar, terutama di kota-kota dengan permintaan yang terus bertumbuh dan nilai aset yang menguat.
Untuk calon konsumen, meskipun harga meningkat, properti tetap menjadi instrumen investasi jangka panjang yang menarik. Hal ini juga didukung oleh upaya Bank Indonesia menahan suku bunga di level 6,00 persen, insentif PPN-DTP 100 persen hingga akhir tahun, sampai rencana pembebasan pajak perumahan hingga 16 persen oleh pemerintahan baru.
Secara umum kenaikan harga rumah di 13 kota besar Indonesia sebesar 1,6 persen secara tahunan. Di kawasan Jabodetabek, Bogor memimpin kenaikan harga sebesar 6,8 persen. Diikuti Depok 3,8 persen dan Tangerang 1,6 persen.
Sementara di Pulau Jawa, terdapat Semarang dengan kenaikan 4,7 persen, Yogyakarta 4 persen, dan Surakarta 1,1 persen. Di luar Pulau Jawa, kenaikan harga tahunan dialami Denpasar 15,1 persen dan Makassar 13,4 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News