Surat tanah yang tak lagi berlaku di 2026. Foto: Freepik
Surat tanah yang tak lagi berlaku di 2026. Foto: Freepik

Pemilik Lahan Harus Tahu! Surat Tanah Ini Tak Berlaku Mulai 2026

Rizkie Fauzian • 04 Desember 2025 21:51
Jakarta: Kebijakan pertanahan nasional memasuki era baru bersamaan dengan percepatan layanan digital. Pemerintah mulai menghapus beberapa jenis surat tanah lama dan beralih sepenuhnya ke sertifikat berbasis elektronik.
 
Sertifikat elektronik ini dirancang untuk meningkatkan kepastian hukum sekaligus meminimalkan kasus sengketa lahan. Perubahan ini tidak hanya menyangkut teknologi, tetapi juga penataan ulang data agraria secara nasional agar lebih transparan, terintegrasi, dan mudah diverifikasi.
 
Masyarakat pun diimbau segera memastikan legalitas dokumen tanah yang mereka miliki sebelum batas penerapan aturan baru. Ada beberapa surat tanah yang tidak berlaku lagi mulai 2026, apa saja?

Mengapa surat tanah tidak berlaku mulai 2026?

Pemilik Lahan Harus Tahu! Surat Tanah Ini Tak Berlaku Mulai 2026
Sertifikat elektronik. Foto: BPN

Pemerintah menilai dokumen kertas rentan hilang, rusak, dipalsukan, bahkan tidak memiliki nomor identitas yang valid. Karena itu, sertifikat tanah elektronik disiapkan sebagai standar baru administrasi pertanahan.
 
Melalui sistem ini, dokumen disimpan secara digital, sehingga pemilik dapat mengakses datanya kapan pun melalui layanan Badan Pertanahan Nasional (BPN), tanpa takut kehilangan atau kerusakan fisik.
 
Digitalisasi juga menjadi langkah penting untuk menekan konflik batas lahan, mafia tanah, hingga praktik jual beli yang tak tercatat.

Jenis surat tanah yang tak berlaku mulai 2026

Berikut sejumlah dokumen yang tidak lagi diakui sebagai bukti kepemilikan utama, dan harus dikonversi menjadi sertifikat resmi atau sertifikat elektronik:

1. Girik, Petok A, Petok D, dan Letter C

Dokumen yang berasal dari masa kolonial ini hanya mencatat pembayaran atau identifikasi lahan lokal, bukan hak kepemilikan hukum. Pada 2026, seluruh pemilik wajib meningkatkan statusnya menjadi sertifikat resmi, kemudian menjadi sertifikat elektronik.

2. Surat Keterangan Tanah (SKT) Desa

Selama ini hanya menjadi bukti pengenalan lahan oleh desa atau kelurahan. Mulai 2026, SKT tidak dapat digunakan untuk transaksi atau pengajuan hak tanpa sertifikat elektronik.

3. Surat Keterangan Riwayat Tanah (SKRT)

Meski sering dipakai untuk waris atau jual beli, SKRT tidak memiliki kekuatan hukum kepemilikan. Kebijakan baru mewajibkan pemilik segera mengubahnya menjadi sertifikat.

4. Akta Jual Beli (AJB) Lama yang belum didaftarkan

AJB yang tidak terdaftar di BPN tidak lagi menjadi dasar kepemilikan. Pada 2026, pemilik harus mendaftarkannya agar memperoleh sertifikat elektronik.

5. Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT)

Dokumen ini hanya bersifat sementara. Mulai 2026, SKPT tidak dapat diproses tanpa tindak lanjut menjadi sertifikat elektronik.

Apakah pemilik tanah kehilangan haknya?

Tidak. Pemilik yang masih memegang dokumen lama tetap memiliki hak selama mampu membuktikan kepemilikan secara fisik dan administratif. Namun, hak tersebut tidak akan terlindungi secara hukum jika tidak diterbitkan sertifikat resmi.
 
Pemerintah mendorong masyarakat untuk segera mengurus peningkatan status dokumen guna mencegah sengketa di kemudian hari.
 
Transformasi ini menandai modernisasi besar dalam sistem pertanahan Indonesia. Dengan sertifikat elektronik, hak tanah lebih terlindungi, transaksi lebih aman, dan data lebih akurat.
 
Masyarakat disarankan untuk tidak menunda pengurusan dokumen agar tidak terkendala dalam jual beli, waris, maupun pembiayaan bank.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KIE)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan