Kampung kota menyimpan banyak cerita tentang adaptasi, kehidupan sosial, hingga tantangan urban yang terus berkembang hingga saat ini. Meski kerap mendapat stigma kumuh, kampung kota sejatinya merupakan fondasi awal perumahan rakyat yang membentuk karakter perkotaan di Indonesia.
Jejak sejarah Belanda di Indonesia
Dikutip dari laman resmi Kementerian PKP, kehadiran Belanda sejak abad ke-16 melalui jalur perdagangan rempah-rempah meninggalkan jejak kuat pada wajah kota-kota di Indonesia. Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) mengambil alih pusat pelabuhan, membangun benteng, serta mendirikan gudang cengkih dan pala.Setelah VOC runtuh, pemerintahan Hindia Belanda melanjutkan penguasaan secara langsung dengan memperkuat struktur kolonial dalam tata kota, sistem administrasi, infrastruktur, hingga pola permukiman.
Pada masa awal kolonial, kawasan hunian dibangun khusus untuk pejabat Belanda. Rumah-rumah kolonial ini memiliki halaman luas, beranda lebar, dan desain yang disesuaikan dengan iklim tropis.
Seiring perkembangan kota, muncul pola permukiman Wijkenstelsel, yakni pemisahan hunian berdasarkan etnis, ekonomi, dan pekerjaan. Pada periode 1930–1950 berkembang gaya Indische Architecture, yang memadukan konsep Eropa dan tropis.
Setelah kemerdekaan, era 1950–1960 ditandai dengan munculnya arsitektur Jengki, simbol kemandirian Indonesia dengan bentuk asimetris dan ekspresif.
Asal usul Kampung Kota dan transformasi awal
Di Indonesia, permukiman tumbuh di sekitar pusat aktivitas manusia seperti pelabuhan, pasar, jalur perdagangan, dan rel kereta api. Akses-akses ini menciptakan kawasan yang hidup sebagai simpul ekonomi dan pergerakan penduduk.Dari sinilah kampung-kampung pribumi terbentuk, umumnya berada di belakang kawasan kolonial. Kampung ini tumbuh secara organik tanpa perencanaan pemerintah.
Polanya mengikuti kebutuhan sehari-hari masyarakat: rumah berdempetan, gang sempit, interaksi sosial yang kuat, serta ruang komunal yang hidup. Kampung-kampung ini kemudian dikenal sebagai cikal bakal kampung kota.
Perbedaan Kampung Kota dulu dan kini
Dulu:
Kampung kota tumbuh sebagai lingkungan dengan ikatan sosial yang kuat. Gotong royong menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.Lokasinya yang dekat pusat ekonomi menjadikan kampung kota strategis bagi pekerja, pedagang kecil, dan masyarakat berpenghasilan rendah. Kampung juga berfungsi sebagai pusat aktivitas sosial, budaya, dan komunitas.
Kini:
Urbanisasi dan pertumbuhan penduduk menghadirkan tantangan baru. Banyak kampung kota mengalami kepadatan ekstrem, keterbatasan ruang terbuka, serta masalah sanitasi.Kondisi ini memunculkan citra kumuh dan tidak tertata, sementara keterbatasan lahan membuat perbaikan lingkungan menjadi semakin sulit, meski kebutuhan ruang terus meningkat.
Upaya pemerintah menguatkan Kampung Kota
Berbagai program kini diarahkan untuk meningkatkan kualitas kampung kota, antara lain:1. Pemberdayaan kampung
Penguatan ekonomi warga melalui pelatihan UMKM, pengelolaan lingkungan, dan peningkatan kapasitas masyarakat.2. Program BSPS dan penataan kawasan
Meliputi perbaikan rumah tidak layak huni, pembangunan jalan lingkungan, perbaikan drainase, dan peningkatan sanitasi.3. Kampung tematik dan wisata
Mengangkat identitas kampung melalui seni, budaya, sejarah, dan kreativitas sebagai daya tarik wisata lokal.Meski menghadapi tantangan modernisasi, kampung kota tetap menyimpan potensi besar sebagai ruang hidup yang inklusif dan berdaya. Dengan penataan yang tepat dan dukungan berkelanjutan, kampung kota dapat berkembang menjadi lingkungan yang sehat, nyaman, dan layak huni bagi generasi mendatang. (Nahdatul Zahra)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News