Namun bayang-bayang resesi global akibat perang Ukraina dengan Rusia yang terus berkecamuk, tentunya dapat memengaruhi kondisi ekonomi di Tanah Air. Terkait hal itu ada dua versi dari pengembang properti melihat kondisi ke depan. Pertama, melihatnya sebagai tantangan. Kedua, melihatnya sebagai gangguan atau hambatan.
Bagi pengembang properti yang melihat iklim ke depan sebagai tantangan tentunya tetap melakukan ekspansi dan gencar memasarkan produknya. Sementara untuk pengembang properti yang melihat iklim ke depan sebagai gangguan, mereka lebih memilih bertahan dengan mengoptimalkan proyek yang sudah ada.
Baca juga: Permintaan Apartemen di Jakarta Naik, Ini Alasannya |
Sekarang yang menjadi pertanyaan, apakah iklim properti saat ini dalam keadaan baik-baik saja? Kalau melihat di Jabodetabek beberapa proyek properti memang terlihat lancar, tetapi ada juga yang tertatih-tatih, bahkan sudah ada yang mangkrak.
Seperti di sudut Jalan Pangeran Antasari Jakarta Selatan, proyek apartemen tingkat tinggi yang semula mangkrak kini kembali menggeliat yang ditandai dengan keberhasilannya menyelesaikan bagian atap, setelah sebelumnya proyek itu diambil alih.
Namun ada juga produk apartemen di Jabodetabek yang sampai saat ini belum menunjukkan progres pembangunan, padahal sebagian pembelinya sudah menyetorkan uang tanda jadi, bahkan pembayaran angsuran.
Manajemen risiko
Manajemen risiko menjadi hal paling penting dalam menghadapi kondisi ekonomi ke depan, dalam arti jangan coba-coba berinvestasi pada sektor yang mengandung risiko tinggi.Sekjen Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (DPP REI) Hari Ganie membenarkan anggotanya sudah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam melakukan ekspansi.
Manajemen risiko yang diterapkan saat ini, di antaranya pengembang properti sementara ini tidak melakukan ekspansi (pembelian) tanah, lantas sebagai gantinya pengembang memanfaatkan lahan (land bank) yang sudah ada.
Hari Ganie mengakui di saat seperti ini membangun rumah tapak memiliki risiko lebih rendah dibandingkan membangun apartemen tingkat tinggi (high rise).
Risiko juga dapat dilihat menjelang Pemilu 2024. Kegiatan akbar lima tahunan itu terkadang membuat pasar uang dan pasar saham menjadi sangat berfluktuasi (volatile). Untuk itu sektor usaha seharusnya sudah melihat hal itu dengan menyiapkan pengaman terhadap keadaan di luar prediksi.
Namun dengan fundamental ekonomi yang kuat, berdasarkan pengalaman dari beberapa kali penyelenggaraan pemilu, fluktuasi hanya bersifat sesaat serta dapat dilewati dengan mulus, bahkan tanpa gangguan.
Pengamat properti Ali Tranghanda menyebut manajemen risiko menjadi hal paling penting diterapkan pengembang saat ini agar proyek properti selamat hingga serah terima kepada pembeli sesuai diperjanjikan.
Dengan demikian penerapan manajemen risiko pada perusahaan pengembang, merupakan salah satu cara untuk memberikan perlindungan kepada konsumen yang sudah menyetorkan dananya, baik dalam bentuk uang muka maupun cicilan awal.
Ali yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) secara kasatmata manajemen risiko ini bisa dilihat dengan mengunjungi proyek properti pengembang tersebut.
Dengan kunjungan ke proyeknya, maka seluruh kegiatan fisik terpantau, termasuk mengetahui lahan sudah tersedia seperti dijanjikan.
Dengan demikian, wajib bagi konsumen sebelum memutuskan untuk membeli properti, baik itu hunian tapak atau bertingkat, termasuk yang tinggi atau rendah, untuk melihat langsung kondisi fisik di lapangan.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News