Jakarta: Kita sering kali meratapi masa lalu, tidak memercayai masa kini, dan mencemaskan masa depan.
Begitulah, kita meratapi pelanggaran protokol kesehatan ketika proses pendaftaran kandidat kepala daerah ke KPU tempo hari. Bahkan, banyak yang masih meratapi mengapa negara ini dulu memutuskan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah serentak diundur ke Desember tahun ini, bukan ke tahun depan.
Alasannya pandemi korona masih berlangsung dan tidak diketahui pasti kapan berakhir. Saat ini kita tidak percaya penyelenggara pilkada dan para pemangku kepentingan mau dan mampu menjaga protokol kesehatan selama pilkada.
Pun, sekarang ini kita tak percaya pengawas pemilu dan aparat penegak hukum akan menjerat pelanggar protokol kesehatan di pilkada. Kita ‘menyepelekan’ kemampuan kita menjaga protokol kesehatan dan menegakkan hukum atas pelanggaran protokol kesehatan itu.
Baca:
Sah, Pilkada 2020 Tetap Berlangsung 9 Desember 2020
Karena penyesalan dan ketidakpercayaan itu, kita mencemaskan pilkada 9 Desember menjadi klaster baru penyebaran covid-19. Keselamatan rakyat di atas segala-galanya. Orang lantas ramai-ramai meminta pilkada serentak ditunda.
Bila kita kecut pada sesuatu di masa depan, memang lebih gampang menghindarinya daripada menghadapinya. Pemerintah kelihatannya bergeming. Pemerintah menyatakan tahapan pilkada tetap berlangsung sesuai dengan jadwal.
Pemerintah, DPR, KPU, Bawaslu, dan DKPP bersepaham tidak menunda pilkada. Justru ketidakjelasan kapan covid-19 berakhir menjadi alasan pemerintah tetap menyelenggarakan pilkada.
Bila pilkada ditunda lagi, 270 kepala daerah yang berakhir masa jabatannya tahun ini diganti dengan pelaksana tugas. Pemerintahan daerah yang dipimpin pelaksana tugas bakal tidak leluasa mengambil kebijakan, termasuk kebijakan penanggulangan covid-19.
Karena tidak jelas pandemi kapan berakhir, tidak jelas kapan pilkada baru bisa diselenggarakan. Tidak jelas pula sampai kapan pemerintah daerah dipimpin pelaksana tugas. Pengambilan kebijakan penanggulangan pandemi covid-19 kian tidak jelas lagi. Makin lama pula pandemi covid-19 bercokol di daerah-daerah.
Korea Selatan, Prancis, Singapura, Belarusia, dan Jerman tetap menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi covid-19. Singapura malah memajukan jadwal pemilu mereka. Amerika Serikat tetap menyelenggarakan pemilu tahun ini.
Kandidat petahana Presiden Amerika Donald Trump mengusulkan pemilu diundur, tetapi ditolak. Negara-negara tersebut juga menghadapi pandemi covid-19 serupa negara kita. Pandemi covid-19 di Amerika Serikat dan Prancis malah bisa dibilang lebih parah jika dibandingkan dengan Indonesia.
Negara-negara tersebut tidak menyesali pandemi covid-19 yang telanjur melanda mereka. Mereka juga percaya dan tidak menyepelekan kemampuan mereka menghadapi pandemi virus korona. Pun, mereka tidak mengkhawatirkan penyelenggaraan pemilu. Mereka bukan bangsa penyesal, penyepele, dan pencemas.
Kita semestinya bisa tetap menyelenggarakan pilkada serupa negara-negara lain menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi covid-19. Syaratnya jangan jadi bangsa penyesal, penyepele, dan pencemas.
Kita seharusnya mempertimbangkan masa lalu, termasuk desakan penundaan pilkada, sebagai peringatan. Berbagai pelanggaran protokol kesehatan dalam tahapan pilkada dan desakan penundaan pilkada, kita jadikan peringatan untuk memperketat protokol kesehatan.
Buatlah mekanisme dan aturannya. Jangan memberi ruang bagi pengumpulan massa seperti konser musik. Desakan penundaan pilkada muncul setelah ramai pemberitaan soal konser musik. Penetapan nomor urut secara daring saja.
Baca:
Istana Tegaskan Pilkada Berjalan Sesuai Jadwal
Ide kotak suara keliling bagus sekali diterapkan. Kreasi-kreasi lain yang bisa mengurangi potensi penyebaran covid-19 di pilkada silakan usulkan dan laksanakan. Tindak tegas pelanggar protokol kesehatan.
Maklumat Kapolri bisa menjadi dasar menindak siapa pun yang melanggar protol kesehatan selama pilkada. Perangkat hukum lain juga menyediakan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan.
Tinggal lagi kepastian penerapannya. Keberadaan mekanisme dan aturan serta penegakkannya akan membangun kepercayaan masyarakat bahwa kita mampu menyelenggarakan pilkada serentak secara aman dan demokratis.
Kita tidak lagi menyepelekan kemampuan kita menyelenggarakan pilkada di tengah pandemi covid-19. Pun kita tak terlu mencemaskan pilkada menjadi klaster pandemi covid-19. Pelaksanaan pilkada serentak 9 Desember 2020 secara aman dan demokratis menjadi pembuktian kita bukan bangsa bermental penyesal, penyepele, dan pencemas. (
Usman Kansong, Dewan Redaksi Media Group)
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ALB))