Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 juga melarang impor pakaian bekas. Akan tetapi, sebagaimana lazimnya, regulasi di negeri ini dibuat untuk dilanggar. Padahal, impor barang bekas sudah dilarang sejak Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 Tahun 2015.
Larangan impor itu hakikatnya untuk kepentingan nasional. Untuk melindungi keamanan nasional atau kepentingan umum, termasuk sosial, budaya, dan moral masyarakat, untuk melindungi hak kekayaan intelektual, dan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan hidup.
Jika impor barang bekas masih marak, tanggung jawab ada di pundak pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah diberi kewenangan melarang sampai mencabut izin usaha.
Mengutip pemberitaan media, Rachmat Gobel mengatakan impor pakaian bekas masih marak terjadi dengan nilai triliunan rupiah. “Selain ada faktor kesehatan, kita juga harus mempertimbangkan aspek moralitas bangsa dan aspek pemihakan kepada industri nasional,” katanya.
Di negeri asalnya, kata Rachmat Gobel, pakaian bekas berkategori limbah dan sampah. Selain itu, katanya, tak semua pakaian bekas itu bisa layak pakai dan akan menjadi sampah bagi Indonesia. “Di sini kita sebagai bangsa harus menjaga dignity sebagai bangsa. Indonesia bukan bangsa sampah. Ini yang saya maksud tentang moralitas bangsa. Di mana wajah Indonesia diletakkan dalam konteks ini?” katanya.