Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, terutama internet dan media sosial, telah menghasilkan akses informasi yang sangat terbuka. Perkembangan yang begitu cepat berdampak secara positif maupun negatif terhadap pemerintahan dan politik di negara ini. Era digital telah mengubah lanskap politik dengan cara yang sangat jauh berbeda dengan beberapa dekade lalu. Di era digital yang terus berkembang pesat, teknologi informasi dan komunikasi telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam konteks demokrasi dan partisipasi politik.
Munculnya teknologi digital telah mengubah cara masyarakat berinteraksi dengan pemerintah dan memengaruhi dinamika politik yang ada. Perkembangan teknologi digital membuka ruang baru yang mengizinkan partisipasi politik secara lebih inklusif dan memungkinkan warga untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik dengan cara yang lebih mudah dan cepat. Media sosial digadang-gadang sebagai pilar keempat dalam demokrasi.
Trias politika yang dikenal sebagai pilar demokrasi adalah lembaga eksekutif, legislative, dan yudikatif. Dalam perkembangannya, peran media sosial sebagai pengawas jalannya pemerintahan dan demokrasi semakin diakui dan dianggap sebagai pilar keempat dalam sistem demokrasi. Media sosial memungkinkan warga untuk berbagi pendapat, memobilisasi dukungan, dan menyampaikan aspirasi politik mereka kepada pemimpin politik dan institusi yang berwenang. Melalui alat-alat digital ini, partisipasi politik menjadi lebih inklusif, memungkinkan warga dari berbagai latar belakang untuk memiliki suara dan mempengaruhi keputusan publik.
Kualitas Pemilu
Pada 2024, Indonesia menggelar pesta demokrasi serentak terbesar sepanjang masa, yaitu pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepada daerah (pilkada). Pemilu yang diselenggarakan pada 14 Februari 2024 bertujuan untuk memilih presiden dan wakil presiden, 580 anggota DPR RI, 152 anggota DPD RI, 2.372 anggota DPRD Provinsi, dan 17.510 anggota DPRD Kabupaten/Kota. Sementara itu, pilkada yang diselenggarakan pada 27 November 2024 di 545 daerah bertujuan untuk memilih 37 gubernur/wakil gubernur, 415 bupati/wakil bupati, dan 93 wali kota/wakil wali kota. Kualitas demokrasi dalam sebuah negara ditentukan oleh kualitas partisipasi warganya. Keterlibatan warga negara dalam melakukan partisipasi dimungkinkan karena tersedianya ruang yang cukup untuk melakukan partisipasi yang dijamin oleh negara. Termasuk, kemampuan dan keterampilan dari warga negara untuk berpartisipasi dalam berbagai bentuk dan berbagai macam aspek.Era digital saat ini membuka kebebasan masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya. Berbagai platform hadir memberikan kebebasan bagi penggunanya dalam berinteraksi, terutama dalam menyampaikan pendapat. Kemajuan teknologi memudahkan Masyarakat mengakses internet. Saat ini, mayoritas Masyarakat, terutama generasi milenial dan generasi Z sudah memiliki media sosial yang bisa diakses kapan pun dan di mana pun.
TIK Mengubah WajahDemokrasi
Dalam pesta demokrasi Pemilu Serentak 2024, TIK telah turut mewarnai jalannya kontestasi merebut suara rakyat. Penggunaan TIK dalam pesta demokrasi memiliki dampak positif (plus) dan negatif (minus).Pada perspektif yang positif (plus), TIK telah digunakan sebagai saran kampanye yang konstruktif. Para kontestan bisa menyampaikan visi, misi, dan programnya kepada rakyat. Selain itu, para kontestan juga bisa berdialog secara langsung dan mendengarkan aspirasi rakyat. Kampanye melalui media sosial terbukti efektif meraih dukungan rakyat.
Pada perspektif yang negatif (minus), media sosial telah digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan berita bohong (hoaks), memfitnah lawan politik, dan menjatuhkan harkat martabat pihak kompetitor. Penyalahgunaan media sosial bisa berdampak pada menurunnya kualitas demokrasi.
Dapat disimpulkan, TIK telah memperindah wajah demokrasi di Indonesia di saat rakyat bisa lebih bebas menyampaikan aspirasinya kepada para pemimpin politik. Sudah terbukti viralisasi suara rakyat melalui media sosial telah berhasil mendorong pemimpin untuk mengubah kebijakannya yang merugikan rakyat. Viralisasi juga telah berhasil mendorong penegakan hukum bagi rakyat kecil. Namun, di sisi lain perkembangan TIK juga mendorong perkembangan hoaks dan fitnah secara signifikan.
Solusi untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah bisa meningkat literasi digital dengan tujuan agar kemajuan TIK bisa digunakan secara lebih arif dan bijaksana. Selain itu, aparat penegak hukum perlu mengambil langkah tegas dan tidak pandang bulu terhadap para penyebar hoaks dan fitnah.[]