Ilustrasi/Medcom.id
Ilustrasi/Medcom.id (M Tata Taufik)

M Tata Taufik

Pimpinan Pondok Pesantren Modern Al-Ikhlash, Kuningan, Jawa Barat

Knalpot Bising

M Tata Taufik • 17 Maret 2021 13:00
BAGAIMANA perasaan Anda saat sedang berbicara, berceramah atau mengajar ketika mendengar suara knalpot yang berbunyi keras? Atau saat Anda sedang istirahat dikejutkan oleh suara knalpot sepeda motor yang—sepertinya—sengaja dibuat nyaring dan bertambah nyaring dengan tentu saja tarikan tali gas sekuatnya untuk menghasilkan suara yang lebih kuat juga? Akan sangat terganggu bukan? Terlebih jika di tempat-tempat layanan umum yang membutuhkan ketenangan seperti kawasan pendidikan dan rumah sakit atau tempat lain yang sejenis.
 
Knalpot dalam bahasa Indonesia didefinisikan; bagian motor berbentuk pipa panjang yang berfungsi meredam bunyi letupan tempat saluran buangan gas; peredam bunyi demikian tertulis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terbitan Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
 
Sementara kata bising diartikan ‘ramai (seperti berdengung-dengung, berdesir-desir, berdesing-desing) hingga menyebabkan telinga seperti pekak; berasa pada telinga seakan-akan pekak’. Maka, knalpot bising bisa disebut kanal pembuangan sisa pembakaran pada kendaraan bermotor yang mengeluarkan suara yang memekakkan telinga.
 
Padahal, keberadaannya berfungsi untuk meredam bunyi dari letupan aktivitas ledakan mesin agar tidak menimbulkan suara yang kuat. Ketentuan ini sudah menjadi prasyarat dari kendaraan bermotor yang disebut laik jalan. UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 48 ayat 3 huruf b mencantumkan “kebisingan suara” sebagai ukuran apakah kendaraan bermotor dinyatakan laik jalan atau tidak. Aturan lain berkenaan dengan knalpot dan kebisingan, batas kebisingan diatur oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan seperti batas kebisingan yang diizinkan untuk sepeda motor baru yang termuat dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.56/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019 tentang Baku Mutu Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor Yang Sedang DIproduksi Kategori M, Kategori N, dan Kategori L. Menetapkan bahwa baku mutu kebisingan untuk sepeda motor baru maksimal pada angka 82 desibel (dB).
 
Menurut simulasi tes kebisingan yang dilakukan Motor.otomotifnet.com terhadap dua jenis kendaraan bermotor dengan knalpot standar bisa mencapai 123 dB yang artinya sudah jauh di atas baku kebisingan yang ditetapkan, apalagi jika menggunakan knalpot racing.
 
Dalam salah satu artikelnya, Hellosehat.com menampilkan deretan suara yang masuk kategori menyakitkan dimulai dari 120 dB ke atas, dan suara sangat keras dimulai dari 90 dB sampai 110 dB. Tentu saja dari segi kesehatan telinga kebisingan tersebut dapat menghilangkan kemampuan pendengaran secara permanen jika terlalu sering. Kekuatan suara knalpot sepeda motor rata-rata bisa mencapai 95 dB, itu saja bisa masuk kategori suara keras.
 
Batas suara yang dizinkan dalam konteks kemampuan manusia dalam hitungan jam disebutkan 94 dB sedangkan di atas 100 dB hanya bisa diperdengarkan dalam kurun 15 menit saja. Maka, dapat dibayangkan berapa jam sehari kita mendengarkan kebisingan di atas ambang kelayakan?
 
Berbicara bahaya kebisingan dapat dilihat dari jumlah penderita gangguan pendengaran di Dunia. Mahendra K Taneja dalam artikelnya berjudul “Noise?induced Hearing Loss” menyebutkan bahwa laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2012, jumlah kasus gangguan pendengaran di Asia Tenggara adalah 156 juta orang atau 27% dari total populasi. Sedangkan pada orang dewasa di bawah umur 65 tahun adalah 49 juta orang atau 9,3% yang disebabkan noise yang dihasilkan boleh jadi di tempat kerja (Taneja: 2014).
 
Menurut Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian, pada tahun 2014 gangguan pendengaran akibat bising di Indonesia termasuk yang tertinggi di Asia Tenggara. Yaitu sekitar 36 juta orang atau 16,8% dari total populasi (Riski S and Widowati: 2017). Kondisi ini cukup mengerikan bukan?
 
Cerita knalpot bising
 
Namun, entah di mana pokok masalahnya, knalpot bising itu tetap bisa berkeliaran di perkotaan ataupun jalan-jalan perdesaan. Berbagai usaha penolakan terhadap knalpot bising banyak terbaca di berbagai gang kompleks permukiman; sebagai usaha warga untuk mengontrol penggunaan knalpot. Tulisan berbunyi “Warga RT.../RW... menolak knalpot bising” kerap dijumpai, tanpa ada jaminan jelas dari hasil kampanye mandiri yang dilakukan warga tersebut.
 
Pada Maret 2021 ini kepolisian mulai menggalakkan razia knalpot bising. Di DKI misalkan, razia digelar di kawasan Monas dan kawasan lainnya. Ini mungkin bisa menjadi obat penawar kejengkelan bagi sebagian warga yang mengharapkan ketertiban dari sisi penggunaan knalpot.
 
Banyak cerita tentang knalpot bising (racing), suatu saat penulis dapat kunjungan teman yang berasal dari satu kota di Jawa Timur. Ketika duduk-duku di warung makan, melintas sepeda motor dengan suara yang memekakkan telinga, spontan sang kawan berkomentar; “kok di sini masih ada suara knalpot seperti itu? Di tempat kami sudah tidak ada,” ungkapnya.
 
Saat yang lain, seorang anak muda bercerita kalau dia terkena razia knalpot di Bandung. Polisi menghentikannya dan memintanya untuk mendengarkan bunyi knalpot dari sepeda motornya, seraya polwan itu menarik tali gas sepeda motor tersebut supaya berbunyi nyaring dan memekakkan telinga anak muda tersebut.
 
Pernah suatu saat penulis menyampaikan kepada pihak kepolisian (secara lisan) memohon agar ada razia knalpot racing. Dari dialog itu polisi menyampaikan bahwa harus ada razia yang serius, bukan saja pengguna knalpot racing, tapi juga sampai kepada penjual dan produsennya. Menurutnya penanganan knalpot bising itu tidak bisa pada user semata, tapi juga pada produsennya.
 
Dengan ditabuhnya genderang “perang” terhadap knalpot racing yang dilakukan di beberapa wilayah, dimulai dari DKI Jakarta, semoga harapan terkuranginya kebisingan menemukan jalannya. Gerakan ini diharapkan dapat menyeluruh dan diikuti oleh pihak terkait dilakukan di berbagai wilayah negeri tercinta.
 
Mungkin penanganannya bisa dimulai dari razia (hilir) para pengguna. Dilanjutkan dengan pedagang dan produsennya (hulu). Kemudian, diteruskan dengan langkah-langkah sosialisasi regulasi yang menyangkut kendaraan bermotor lingkungan hidup dan kesehatan.
 
*M Tata Taufik adalah Pimpinan Pondok Pesantren Modern Al-Ikhlash, Kuningan, Jawa Barat
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar polri lalu lintas

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif