ADANYA dagang penanganan perkara yang melibatkan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan sekadar dugaan. Sejumlah fakta terungkap bahwa penyidik KPK yang semestinya tegak lurus pada penindakan korupsi justru terlibat patgulipat dengan beberapa pejabat.
Fakta-fakta tersebut dibeberkan oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK dalam penanganan pelanggaran etik yang dilakukan penyidik KPK Ajun Komisaris Stepanus Robin Pattuju. Stephanus, kata anggota dewas Albertina Ho, disebut menerima duit miliaran rupiah untuk mengamankan penanganan kasus. Karena melakukan pelanggaran berat, Stephanus pun dipecat.
Stephanus tak sendirian dalam jual-beli perkara. Ada pihak-pihak lain yang juga diduga terlibat, salah satunya Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Mereka menjejali kantong Stephanus dengan uang agar dia membantu mengurus perkara di KPK.
Dari wali kota nonaktif Syahrial, Stephanus mendapatkan lebih dari Rp1 miliar agar kasus korupsi yang menyeretnya tak naik ke penyidikan. Lalu, dari Azis Syamsuddin, Stephanus menerima duit total Rp3,15 miliar sebagai upah untuk memantau posisi Aliza Gunado yang menjadi saksi dalam kasus korupsi di Lampung Tengah.
Uang sebanyak itu memang bukan buat Stephanus semata. Dia mesti membagi kepada beberapa orang lainnya. Namun, berapa pun jumlah yang diterima, Stephanus jelas telah berkhianat terhadap KPK. Dia yang seharusnya menjadi kesatria pemberantas korupsi malah menjadi pecundang pelaku korupsi.
Kita mengapresiasi pimpinan KPK yang sigap memerintahkan untuk mengusut perkara tersebut. Gerak cepat Dewan Pengawas dalam menangani perkara etik yang melibatkan Stephanus juga patut disambut baik. Apalagi, mereka transparan membeberkan seluk-beluk persoalan sekaligus berani mengungkap seluruh pihak yang terlibat.
Namun, apa yang sudah dilakukan pimpinan dan Dewas KPK masih jauh dari cukup. Stephanus tak cukup hanya dipecat. Lebih dari itu, dia harus mempertanggungjawabkan perbuatan lancungnya secara pidana. KPK wajib menindak bekas penyidiknya itu dengan hukuman terberat karena sebagai penegak hukum dia justru menistakan hukum.
Ketegasan KPK juga mesti ditunjukkan kepada Azis. Jika merunut pernyataan Dewas, sulit disangkal bahwa Azis memang aktif memainkan perkara. Memberikan uang miliar rupiah kepada penyidik komisi antirasuah tentu bukan karena dia sangat dermawan.
Sebagai penyidik KPK, Stephanus punya modal untuk memperdagangkan penanganan perkara. Sebagai anggota dewan, apalagi menjabat Wakil Ketua DPR, Azis punya bekal untuk memperdagangkan perkara. Klop sudah ketika keduanya sama-sama keblinger.
Betul bahwa Azis membantah apa yang diungkapkan Dewas. Namun, bantahan dari orang-orang yang terlibat dalam sebuah kasus jamak terjadi. Ia bukan sesuatu yang aneh, dalam pembuktian pun bantahan tak punya nilai. Jadi, biarkan saja Azis membantah, yang penting bagaimana KPK mampu membuktikan bahwa yang bersangkutan memang bersalah.
Baca:Dugaan Uang Rp3,15 Miliar dari Azis Syamsuddin untuk Stepanus Robin Bakal Diusut
Pembuktian itulah yang kini ditunggu publik. Rakyat berharap KPK betul-betul punya nyali untuk menindak siapa pun dia, apa pun jabatannya, dalam perkara korupsi.
Inilah momentum bagi KPK bahwa mereka tak pernah takut dan tak pernah tebang pilih. Inilah saatnya KPK unjuk bukti bahwa mereka tetap garang memberangus korupsi dalam situasi apa pun, termasuk ketika tengah dihantam konflik internal.
Kepada DPR, kita mendesak untuk secepatnya bersikap. Dewas KPK telah terang-benderang membeberkan peran Azis dalam perkara korupsi sehingga tiada lagi alasan bagi Mahkamah Kehormatan Dewan DPR untuk terus berdiam diri.
Rakyat memerlukan KPK yang bersih dan punya nyali. Rakyat membutuhkan DPR yang berintegritas dan tepercaya. Tiada tempat bagi manusia-manusia kotor di lingkup keduanya.
*Editorial Media Indonesia Kamis, 3 Juni 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di