Ilustrasi. Foto: MI/Ramdani
Ilustrasi. Foto: MI/Ramdani (Satriwan Salim)

Satriwan Salim

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G).

Pertolongan Pertama pada Guru P3K

Satriwan Salim • 08 Februari 2021 07:00
POLEMIK terkait isu seleksi guru pegawai negeri sipil (PNS) yang tidak akan dibuka lagi oleh pemerintah, mencuat sejak akhir Desember 2020. Pro dan kontra bermula dari pernyataan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana yang dinilai meresahkan para guru honorer dan calon guru.
 
Berikut pernyataan Kepala BKN dikutip dari halaman resmi Youtube Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada 29 Desember 2020, “Guru beralih menjadi P3K (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja). Jadi, bukan PNS lagi. Ke depan kami tidak akan menerima guru dengan status PNS, tetapi P3K."
 
Pernyataan kontroversial itu kemudian banyak dikutip media nasional. Rekaman videonya masih dapat diakses via youtube hingga sekarang. Poin yang disampaikan BKN di atas senada pula dengan isi Surat Menpan RB No B/1313/M.SM.01.00/2020 bertanggal 1 Desember 2020, yang ditujukan kepada pejabat pembina kepegawaian daerah (kepala daerah).
 
Isi surat pada angka 1 (huruf a) berbunyi: “Pemenuhan kebutuhan guru tahun 2021 seluruhnya melalui jalur P3K.” Huruf b berbunyi: “Instansi daerah yang telah mengusulkan kebutuhan guru CPNS pada akhir Agustus 2020 diharapkan memperbaiki usulannya menjadi guru P3K.” Dua fakta di atas cukup menjadi bukti dan pertanda bahwa diduga kuat pemerintah pusat sedari awal memang tak ada niat merekrut guru PNS, terkhusus untuk 2021.
Meskipun kemudian, pada Selasa 5 Januari 2021, BKN melakukan “klarifikasi” daring. Dinyatakan bahwa rekrutmen guru PNS tetap akan dilakukan walaupun terbatas pada jabatan guru manajerial. Misal, dilihat dari jumlah kepala sekolah pensiun, jika kosong maka akan direkrut guru PNS.
 
Penjelasan yang sebenarnya tak memuaskan para guru. Mengingat semua kepala sekolah negeri pasti berasal dari guru PNS.
 
Kritik dan penolakan masyarakat, khususnya organisasi guru, bermunculan. Selain Persatuan Guru Indonesia (PGRI) dan Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) termasuk yang pertama kali mengkritisi keputusan tersebut. Belakangan kritik keras juga datang dari Ketua Dewan Perwalikan Daerah (DPD) dan Komisi X DPR RI. Semuanya ramai dibahas oleh media.
 
Mungkin BKN lupa, menjadi guru adalah harapan mulia. Masih menjadi mimpi generasi bangsa hingga kini. Menjadi guru PNS merupakan impian tertinggi bagi para sarjana pendidikan lulusan lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK).
 
Mesti diinsafi, perjuangan menjadi guru PNS tidak semudah yang diperkirakan. Lahirnya UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak memberi ruang “pengangkatan” menjadi guru PNS, melainkan prinsip sistem merit yang konsekuensinya berbasis seleksi melalui serangkain tes. Komposisi ASN pun tak lagi tunggal hanya PNS, tetapi UU mengamanahkan ada ASN selain PNS, disebut pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K).
 
Tantangan menjadi guru PNS makin berat jika berkaca pada pernyataan dan kenyataan di atas. Para guru honorer dan calon guru wajar khawatir dan cemas, impiannya menjadi PNS tidak akan dibuka lagi oleh negara kelak. Sementara itu, data menunjukkan Indonesia tengah kekurangan 1,3 juta guru PNS (ASN) di sekolah negeri sampai 2024 (Kemdikbud, 2020).
 
Komposisi guru yang mengajar di sekolah negeri saat ini, yakni 60 persen guru PNS dan 40 persen dibantu guru honorer. Negara punya “utang moral” kepada para guru honorer yang mengabdi belasan tahun bahkan lebih, dengan upah sekadarnya dari pemerintah daerah atau komite sekolah.
 
Skema P3K merupakan amanah UU ASN dan turunannya seperti PP No 49 Tahun 2018 tentang Manajemen P3K. Profesi guru juga dimasukkan ke dalam 147 profesi yang dapat dibuka formasi P3K berdasar Perpres No 38 Tahun 2020 tentang Jenis Jabatan yang Dapat Diisi oleh P3K.
 
Kekhawatiran skema guru P3K
 
Setidaknya ada lima kekhawatiran jika seleksi guru hanya melalui skema tunggal P3K. Semestinya, formasi PNS dan P3K dibuka bersamaan. Pertama, terus meningkatnya minat siswa berkuliah di LPTK. Total ada sekitar 5.998 program studi (prodi) kependidikan, yang meluluskan sekitar 250 ribu mahasiswa sarjana pendidikan tiap tahun.
 
Secara nasional, lulusan sarjana pendidikan berasal dari 421 LPTK. Rincian LPTK: 12 LPTK (eks IKIP) negeri; 28 FKIP; 1 FKIP Universitas Terbuka; dan 380 LPTK swasta (Kemristekdikti, 2015). Data terbaru menyebut terdapat 425 LPTK di Indonesia.
 
Akan berdampak buruk terhadap motivasi mahasiswa LPTK dan eksistensi LPTK. Persaingan makin tinggi, sedangkan perekrutan guru PNS makin terbatas. Alhasil, lulusan LPTK mengabdi lagi menjadi honorer di sekolah. Atau menjadi guru swasta dengan pendapatan yang jauh dari sejahtera.
 
Lingkaran persoalan guru honorer akan begitu terus sampai kapan pun. Pengabdian maksimal dengan kesejahteraan dan perlindungan minimal. Maka membatasi rekrutmen guru PNS, sama saja menabung masalah pemenuhan akan kekurangan guru ke depan. Mengingat, guru P3K ada masa batas perjanjian kontraknya.
 
Kedua, merujuk Permenpan RB No 14 Tahun 2019 tentang Pembinaan PPPK yang Menduduki Jabatan Fungsional. Pasal 14 (3) menyebutkan, pemutusan hubungan perjanjian kerja (PHK) kepada P3K relatif mudah dilakukan pejabat pembina kepegawaian (kepala daerah). Kontras dengan mekanisme pemberhentian PNS yang relatif sulit dan berjenjang.
 
Bahkan, dalam Pasal 57 ayat 1 PP No 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK menyebutkan, PHK dapat dilakukan dalam rangka perampingan organisasi atau karena kebijakan pemerintah. Jelas bahwa guru P3K dapat diberhentikan secara sepihak oleh pemerintah dengan dua alasan tersebut. Perlakuan negara terhadap guru PNS dan P3K jelas berbeda. Ada potensi diskriminasi terhadap guru P3K. Posisi guru P3K sangat lemah karena regulasi memang melemahkannya.
 
Ketiga, masih dalam PP No 49 Tahun 2018, Pasal 37 (ayat 1) dan turunannya Permenpan RB No 70 Tahun 2020 tentang Masa Hubungan Perjanjian Kerja PPPK, Pasal 4 (ayat 2) menyebutkan, masa hubungan perjanjian kerja ditetapkan dalam jangka waktu paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun sesuai dengan penyusunan kebutuhan ASN.
 
Guru P3K hanya dihargai satu tahun kontrak oleh negara. Padahal guru P3K yang lolos seleksi, mayoritas adalah guru honorer Kategori II (K-2) dan Non-Kategori. Data menyebutkan, 59 persen atau sekitar 437 ribu guru honorer berusia di atas 35 tahun (Kemdikbud, 2020). Di antaranya bahkan banyak yang usia di atas 50 tahun dan sebentar lagi memasuki pensiun, sudah mengabdi bertahun-tahun, dengan pendapatan jauh di bawah PNS, serta minimnya perlindungan profesi selama ini.
 
Keempat, minimnya perlindungan terhadap guru P3K berpotensi akan tetap terjadi. Mengingat belum adanya regulasi khusus tentang hak-hak dan perlindungan khusus sebagai guru P3K. Absennya negara dan perlakukan diskriminatif pada guru P3K sudah dirasakan sejak 2019.
 
Contoh kasus, guru P3K yang lolos seleksi pada 2019 berjumlah 34.954 orang. Hingga Januari 2021, mayoritas belum kunjung mendapat NIP, gaji, dan SK Pengangkatan. Hanya sebagian kecil sudah dapat SK kepala daerah. Berbanding terbalik dengan nasib guru PNS yang sama-sama seleksi 2019. Semuanya sudah dapat SK, gaji, NIP, mengikuti pelatihan sebagai PNS, dan tugas penempatan.
 
Jika kenyataan demikian, tidak salah para guru honorer berpikir ulang menjadi P3K. Nasib guru P3K formasi 2019 saja masih terkatung-katung, bagaimana kira-kira nasib satu juta guru yang akan direkrut massal 2021 nanti?
 
Fakta yang juga ganjil adalah, ada guru P3K dapat SK kontrak hanya satu tahun, namun ada yang kontraknya justru lima tahun di daerah yang sama. Tentu membuat sesama guru P3K cemburu dan curiga, apa gerangan yang membuat dirinya hanya satu tahun. Inilah bentuk diskriminasi berikutnya dan celah politisasi akan selalu terjadi.
 
Kelima, kekhawatiran besarnya politisasi tingkat lokal terhadap guru P3K oleh kepala daerah atau birokrat daerah. Merujuk pada aturan masa perjanjian kerja di atas, kepala daerah dapat tidak memperpanjang masa kontrak guru P3K. Alasan “objektif” di atas kertas administrasi bisa saja dibuat (-buat). Faktor like and dislike birokrat (kepala) daerah akan dominan.
Berdasarkan uraian tersebut, sebaiknya pemerintah pusat dalam hal ini BKN, Kemenpan RB, Kemdikbud, Kemenag, termasuk Kemenkeu mempertimbangkan beberapa hal di bawah ini, sebagai langkah strategis yang sekiranya tidak melukai para guru.
 
Pertimbangan dan Solusi
 
Pertama, rekrutmen satu juta guru pada 2021 untuk kebutuhan 1,3 juta guru agaknya tak dapat dipaksakan harus terpenuhi sekarang. Sampai akhir Januari 2021, baru 500 ribu formasi guru P3K yang diusulkan daerah (Kemenpan RB, 2021). Jauh dari kata maksimal.
 
Angka satu juta terkesan ambisius, semoga saja APBN atau APBD mampu menutupinya. Mengingat sekarang masih pandemi, tentu Kemenkeu yang dapat mengukur postur keuangan negara.
 
Apalagi preseden seleksi guru P3K yang masih menyisakan masalah sejak 2019. Kendala secara administratif tidak menutup kemungkinan akan terulang kembali, terlebih dengan angka yang sangat fantastis satu juta. Jadi hendaknya jangan tergesa-gesa dalam bertindak.
 
Kedua, reformulasi persentase rekrutmen guru PNS dan P3K secara nasional perlu dilakukan. Agaknya merekrut 50-70 persen guru P3K dan 30-50 persen guru PNS, dirasa cukup berkeadilan, dimulai dari formasi 2021. Pentingnya keberadaan guru PNS di sekolah negeri tak bisa dimungkiri, berdampak psikologis sekaligus sosial khususnya terhadap siswa dan orang tua serta keberlangsungan manajemen sekolah.
 
Ketiga, untuk masa perjanjian kerja, dibutuhkan segera revisi PP No 49 Tahun 2018. Sebaiknya, seorang guru P3K diberikan perjanjian kerja minimal lima tahun. Sebab, lima tahun adalah waktu yang tepat untuk dapat menilai, mengevaluasi, dan membandingkan performa kerja guru secara utuh dan berkelanjutan. Apa yang bisa diharapkan dari guru yang mengajar baru satu tahun, apalagi di tengah pandemi?
 
Jika hanya setahun lalu diputus kontrak, ditambah asesmen yang dilakukan kepala daerah lebih bermotif politik, tentu berkibat buruk terhadap masa depan karier guru bersangkutan. Bisa saja guru diberhentikan karena pilihan politik dalam pilkada, tapi secara administratif tertulis kinerjanya buruk, lantas direkam oleh sistem administratif daerah. Stigmatisasi demikian, menutup kesempatan guru tersebut ikut seleksi P3K kembali dan pastinya tertutup menjadi PNS di kemudian hari.
 
Keempat, seleksi guru P3K bagi guru honorer mestinya memperhitungkan lama mengabdi dan kepemilikan sertifikat pendidik (serdik). Dua hal tersebut sebagai faktor penentu kelulusan menjadi P3K, sebagaimana aturan manajemen P3K. Mengingat guru bersertifikat pendidik masuk kategori profesional, lagipula tak mudah mendapatkannya, melalui proses berliku. Poinnya, mesti ada afirmasi (affirmative action) terhadap guru honorer diukur dari lama mengabdi dan kepemilikan serdik.
 
Kelima, meminta pemerintah agar segera membuka perekrutan guru PNS ikatan dinas berasrama melalui LPTK, sesuai perintah Pasal 22 dan 23 UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
 
Jika strategi ini dilakukan, calon guru PNS yang diterima negara benar-benar terseleksi dengan ketat sejak dari hulu. Panggilan jiwa (passion) sebagai guru sudah terdeteksi dan kinerja yang direkam dengan baik sedari awal oleh sistem.
 
Sekali lagi, pemerintah jangan coba-coba berniat menghilangkan formasi guru PNS dalam perekrutan ASN sampai kapan pun. Ucapan saja sudah membuat sedih dan risau guru, apalagi diwujudkan dalam kebijakan.
 
Mengurusi profesi guru memang unik, dibutuhkan keluasan pandangan dan kebijaksanaan pemegang kebijakan. Ki Hajar Dewantara pernah berpesan: "Jangan setengah hati menjadi guru, karena anak didik kita telah membuka sepenuh hatinya.” Begitu pula hendaknya bagi pemerintah, jangan setengah hati memuliakan martabat guru, karena mereka sudah sepenuh hati mengabdi dan mendidik bangsanya agar tetap bermartabat.[]
 
*Satriwan Salim adalah Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar Kesejahteraan Guru Bantuan Pendidikan Guru Honorer Anggaran Pendidikan

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif