Tsamara bahkan menyentil Presiden Rusia Vladimir Putin melalui cuitannya di tahun 2018. Dia bilang Putin tidak memberikan kebebasan kepada rakyat Rusia untuk berekspresi dan membiarkan korupsi merajalela di negaranya. Kritik ini mendapat tanggapan surat kabar Russia Beyond The Headlines (RBTH, kini menjadi Russia Beyond saja) yang membela Putin.
Pada pemilu legislatif 2019, Tsamara yang mewakili dapil Jakarta II (Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan luar negeri) mendulang suara cukup signifikan sebanyak 103 ribu suara, hanya kalah dari politisi kawakan Hidayat Nur Wahid yang meraup 248 ribu suara. Namun dengan ambang batas parlemen sebesar empat persen—sementara suara PSI belum berhasil tembus dua persen—membuat Tsamara gagal melenggang ke Senayan.
Prestasi individualnya sebagai mahasiswi tak mengecewakan. Dia lulus kuliah dalam 3,5 tahun, lulus dengan predikat magna cum laude dengan IPK 3,86, dan diwisuda pada April 2018. Persis dua tahun kemudian, dia mengumumkan diterima di New York University untuk studi pascasarjana di bidang Kebijakan Publik dan Kajian Media (Public Policy & Media Studies) melalui beasiswa Fulbright.
Sampai di sini, seharusnya tanda-tanda Tsamara akan mundur dari dunia politik sudah mulai terbaca. Dengan suami yang tinggal dan mengajar di NYC, serta program studi magister yang dijalaninya di kota yang sama, pilihan paling logis bagi Tsamara sebagai seorang istri dan mahasiswi pascasarjana untuk mencurahkan seluruh fokus, energi, dan stamina dirinya pada fase kehidupan barunya di NYC.
Masyarakat yang berciri
High Trust Society mampu memahami pilihan seorang perempuan secerdas Tsamara, yang juga akan dilakukan perempuan mana pun dengan kondisi serupa. Tsamara bukan seorang lajang, dia memiliki suami. Sudah barang tentu mereka punya komitmen dan kesepakatan-kesepakatan yang tak perlu mereka ungkap kepada publik karena mereka bukan perusahaan terbuka (Tbk). Hidup mereka adalah privasi mereka. Justru (sebagian) publik—yang terus saja nyinyir—harus belajar menghormati pilihan pasangan intelektual ini tersebab mereka adalah aset bangsa yang potensial.
Jika saya boleh berpesan kepada Tsamara dan Profesor Aji, lanjutkan hidup kalian. Jangan ragu putuskan hubungan--untuk sementara--dari dunia sosial. Disconnected. Fokuskan waktu dan sibukkan diri mengisi ibadah Ramadhan dan merayakan hari kemenangan 1 Syawal yang sudah tercium wanginya di depan mata.
Don’t make stupid people famous. Tsamara tak perlu melayangkan somasi dan aneka aduan atas segala macam fitnah dari akun-akun siluman dan antah berantah karena hanya akan habiskan energi dan menari mengikuti tabuhan gendang para ignoran.
Jika tetap ingin membuat laporan, jangan lupa bahwa sebaik-baik laporan adalah dengan menceritakan semua beban hati dan tekanan pikiran kepada Allah Raja Semesta pada malam-malam terakhir bulan suci Ramadhan ini, di setiap sujud yang asali.
Sebab semua doa dan pinta yang dibisikkan lirih ke telinga bumi akan bergaung kencang dari lisan langit. Maju terus Tsamara dan Profesor Aji. Kalian adalah bagian dari masa depan akal sehat negeri ini. Harun karun Indonesia dalam bentuk human capital yang spesial.