Ilustrasi. MI/Seno
Ilustrasi. MI/Seno (Media Indonesia)

Editorial Media Indonesia

Puan-AHY, Apa yang Kau Cari?

Media Indonesia • 12 Juni 2023 22:51
Semakin mendekati pesta akbar demokrasi, banyak partai yang melakukan manuver zig-zag untuk mengejar insentif koalisi. Ketika para kandidat capres sudah mengerucut dalam tiga poros, posisi calon wakil presiden (cawapres) yang kini jadi incaran.
 
Manuver politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang berupaya menjalin komunikasi dengan Partai Demokrat jelas membuat kejutan dalam panggung politik Tanah Air.
 
Ketua DPP PDIP Puan Maharani akan bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Pertemuan telah didahului dengan partemuan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dengan Sekjen Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya. Agendanya pun terkait dengan kemungkinan kerja sama di pemilu tahun depan.
 
Jelas sebuah perubahan yang ditunjukkan PDIP dalam memandang Partai Demokrat, setelah sejarah panjang perseteruan antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Banyak yang mengapresiasi inisiatif pertemuan itu sebagai langkah baik untuk mencairkan hubungan PDIP dan Demokrat. Apalagi jauh-jauh hari sebelumnya, Hasto pernah bilang PDIP tidak akan bekerja sama dengan Partai Demokrat dan PKS.
 
Namun, skeptisisme publik juga muncul, bahwa proses komunikasi itu tidak lepas dari sekadar manuver politik biasa. Langkah zig-zag untuk sekadar mencari panggung politik dalam proses nominasi kandidat cawapres.
 
Apalagi bagi Demokrat, setelah ultimatum mereka untuk segera mengumumkan cawapres Anies Baswedan pada bulan ini diabaikan partner koalisi, pertemuan dengan PDIP akan lebih dilihat sebagai gertakan dalam proses kandidasi demi insentif di internal koalisi.
 
Padahal, poros Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) telah berkomitmen dalam nota kesepahaman tiga partai untuk mengusung Anies Baswedan. Partai Demokrat bersama Partai NasDem dan Partai Keadilan Sejahtera juga telah sepakat menyerahkan penentuan cawapres kepada Anies.
 
Memang, politik itu dinamis, dari sebelumnya kawan bisa berubah menjadi lawan. Begitu pun sebaliknya, dari yang awalnya berseteru dendam akhirnya berteman. Apa pun dinamika politik, tetap kepentingan bangsa dan rakyat yang mesti dijunjung tinggi.
 
Tanpa komitmen tersebut, terminologi politik yang dinamis akan bergeser maknanya menjadi politik inkonsistensi. Jangan hanya karena pragmatisme, berpolitik kutu loncat, bersandar kepada yang paling menguntungkan.
 
Perjuangan politik, termasuk kontestasi mencari pemimpin, memang seharusnya didasari pada komitmen, teguh pada kesepakatan. Jangan jadi politikus kebanyakan yang pagi tempe, sore harinya bicara kedelai.
 
Politikus selalu bilang politik merupakan seni dari segala kemungkinan. Tidak ada yang tidak mungkin dalam politik. Namun, para begawan selalu mengingatkan bahwa politik tetaplah memiliki fatsun sehingga tidak menghalalkan segala cara dan terjebak dalam pragmatisme semata.
 
Publik tentu berharap partai politik tidak menghalalkan segala cara dalam bermanuver. Tidak elok rasanya memperlihatkan gertakan, ancaman, hingga pertemuan setengah kamar demi mengincar posisi paling menguntungkan.
 
Situasi yang justru akan menunjukkan bahwa pendekatan koalisi antarpartai itu tidak didasarkan pada kesamaan komitmen, tetapi lebih pada hal-hal yang bersifat pragmatis.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akungoogle newsMedcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar PDIP Partai Demokrat koalisi partai Pemilu 2024

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif