HARI Selasa malam Perayaan Ulang Tahun Emas Partai Golongan Karya berlangsung meriah. Wakil Presiden Jusuf Kalla hadir sebagai wakil pemerintah. Tokoh-tokoh politik yang dianggap berseberangan seperti Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Ketua Umum Partai Hanura Wiranto juga hadir untuk memberikan penghormatan.
Semua itu bukan hanya menunjukkan kesejukan politik, tetapi juga kedewasaan. Bagaimana perbedaan itu tidak membuat kita harus berseberangan apalagi bermusuhan. Kita memang adalah satu bangsa yang punya tujuan dan tanggung jawab yang sama.
Kalau kita ditanya, apakah yang membuat kita bersepakat untuk menjadi satu bangsa Indonesia? Jawabannya, karena kita memiliki tujuan yang sama. Kita sepakat menjadi satu bangsa dan membentuk satu negara agar bisa menciptakan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sungguh aneh apabila keakraban yang diperlihatkan pada tingkat pimpinan, tidak mengimbas kepada para anggotanya di bawah. Kita lihat di Dewan Perwakilan Rakyat begitu lebar perbedaan di antara partai-partai politik.
Lebarnya perbedaan itu membuat orientasi mereka menjadi sekadar menang dan kalah. Mereka lupa akan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih besar. Setelah perebutan kursi pimpinan DPR, sekarang perseteruan itu terjadi pada perebutan pimpinan komisi.
Kelompok Koalisi Indonesia Hebat akhirnya memboikot rapat penentuan pimpinan komisi. Mereka berpandangan bahwa rapat itu hanya menjadi alat legitimasi dari Koalisi Merah Putih untuk menguasai kursi pimpinan komisi.
Koalisi Indonesia Hebat bahkan berniat untuk membentuk kepemimpinan koalisi sendiri. Inilah pertama kali di dalam sejarah politik Indonesia ada dualisme kepemimpinan di lembaga legislatif.
Kita tidak tahu apakah ini cara penyelesaian persoalan yang paling baik. Dalam politik di Amerika Serikat memang dikenal yang namanya juru bicara Kelompok Mayoritas Kongres dan juru bicara Kelompok Minoritas Kongres.
Kalau kita ingin mengarah ke sistem demokrasi yang berlaku di AS, tentunya harus dibangun berdasarkan kesepakatan bersama. Bukan terbentuk karena "kecelakaan" akibat masing-masing partai politik hanya ingin dianggap yang paling berkuasa.
Sudah saatnya apabila pimpinan partai politik duduk bersama untuk menetapkan arah politik yang hendak kita bangun ke depan. Apabila mereka bisa bertemu dan duduk bersama saat memeringati HUT Partai Golkar, tentunya untuk tugas yang lebih besar mereka pun pasti bisa melakukannya.
Ketika tingkat pimpinan partai politik yang bicara, tentunya pilihan pemecahan masalah akan lebih baik. Dengan kematangan dan kebajikan yang dimiliki para pimpinan partai politik, pasti orientasinya akan lebih jauh ke depan.
Untuk membangun sistem demokrasi yang lebih matang, maka tiga pilar demokrasi haruslah lebih kuat. Kita mendambakan eksekutif yang berani mengambil keputusan, legislatif yang kuat dalam mengawasi, dan yudikatif yang tegas dalam menegakkan aturan.
Sekarang ini pemerintahan sudah terbentuk dan bahkan sudah bekerja. Tentunya kita mengharapkan legislatif yang juga siap untuk melakukan pengawasan. Jangan biarkan pemerintah berjalan tanpa da yang mengontrol mereka.
Berbeda dengan pemerintah, legislatif bekerja sebagai wakil rakyat. Mereka mengawasi kerja pemerintah dan menegur ketika melenceng dari tujuan untuk menyejahterakan masyarakat.
Meski ada partai pendukung pemerintah di parlemen, namun tugas mereka bukan gelap mata mendukung pemerintah. Ketika pemerintah menyalahgunakan kekuasaannya, maka partai pendukung pemerintah pun harus menegur pemerintah yang tidak prorakyat.
Oleh sebab itu hentikan perseteruan di dalam parlemen. Apa yang terjadi sekarang ini hanyalah perebutan pepesan kosong. Seberkuasanya parlemen, tetap tidak pernah akan mempunyai kekuasaan eksekutif. Seperti asal katanya "parler" atau bicara dalam bahasa Perancis, tugas parlemen hanya sampai tataran bicara. Untuk membuat bicara itu efektif haruslah ada dua pihak, bukan sekadar "menang-menangan" seperti sekarang. (Suryopratomo)
Cek Berita dan Artikel yang lain di