Sesat Pikir Wacana Tidak Membui Koruptor
Sesat Pikir Wacana Tidak Membui Koruptor ()

Sesat Pikir Wacana Tidak Membui Koruptor

27 Juli 2016 06:36
Keadilan macam apa yang dimaui negeri ini bila pelaku kejahatan berlevel luar biasa seperti korupsi diusulkan tidak dibui? Akal sehat yang mana yang bisa menerima wacana bahwa para pencuri uang negara boleh melenggang bebas tanpa dipenjara asalkan mereka mau mengembalikan semua uang yang mereka curi dan dipecat dari jabatan?
 
Inilah satu lagi ironi di negeri surganya para koruptor. Ketika pemerintah katanya sedang bersemangat memberantas korupsi, pada saat sama mereka malah melempar wacana yang kontraproduktif dengan semangat tersebut. Di satu sisi, pemberangusan korupsi ingin diperkuat, di lain sisi langkah pelemahan justru digaungkan. Lebih ironis lagi, itu bukan sebuah wacana yang main-main. Menurut Menko Polhukam Luhut Pandjaitan, pemerintah sedang mengkaji wacana itu untuk digulirkan menjadi sebuah kebijakan. Pemerintah bahkan telah membentuk tim pengkaji penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
 
Pemerintah sepertinya lupa bahwa Republik ini masih terkungkung dalam cengkeraman jejaring korupsi. Oleh karena itu, perang melawan korupsi merupakan sebuah keniscayaan, yang mestinya tak boleh dibikin lunglai oleh sebab apa pun, termasuk oleh kesesatan berpikir tentang tidak perlunya proses pidana bagi pelaku korupsi. Pemerintah mesti ingat bahwa salah satu problem terbesar pemberantasan korupsi saat ini ialah lemahnya penegakan hukum.
 
Itu tecermin pada ringannya tuntutan dan vonis pengadilan kasus korupsi. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat pada enam bulan pertama tahun ini terjadi 325 kasus korupsi yang vonis rata-ratanya hanya 25 bulan penjara. Padahal, total kerugian negara mencapai Rp1,49 triliun. Harus diakui, hampir tidak ada jejak efek jera yang ditinggalkan putusan-putusan ringan tersebut. Lalu, terbayangkah kita bila sesuatu yang mestinya diperbaiki, dikuatkan, dan dimaksimalkan itu malah bakal dihilangkan? Dengan ada ancaman dipenjara saja koruptor kian merajalela, bagaimana bila ancaman itu dinihilkan? Publik pun pasti akan langsung membandingkannya dengan kasus pencurian ayam, misalnya. Adakah keadilan bila maling ayam tewas dihajar massa, sedangkan koruptor dibebaskan dari ancaman penjara?
 
Jika wacana tersebut tetap digulirkan, itu sama artinya negara telah mulai berkompromi dengan koruptor. Dengan langkah itu, pemerintah ibarat hanya ingin mengejar hasil seri melawan korupsi sehingga merasa tak perlu bertarung habis-habisan untuk menjadi pemenang. Inilah mungkin puncak antitesis terhadap banyaknya upaya yang telah dilakukan untuk memperbaiki sistem pemberantasan rasywah.
 
Karena itu, apa pun alasannya, termasuk dalih demi efisiensi pemberantasan korupsi, wacana untuk tidak memenjarakan terpidana korupsi patut dipikirkan kembali. Rencana tidak membui koruptor hendaknya disetop sampai di sini karena pada gilirannya tidak hanya akan kontraproduktif dengan upaya memerangi korupsi, tapi juga sangat melukai rasa keadilan publik.
 
Bila kita memang sepakat korupsi ialah kejahatan luar biasa yang mesti dibasmi bersama, pemerintah semestinya menghentikan langkah-langkah kontroversial yang malah berpotensi mematikan semangat seluruh elemen negeri dalam memberantas korupsi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase korupsi

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif