()

Menguak Korupsi Legislasi

04 April 2016 08:49
MEMBUAT miris, tetapi seperti inilah faktanya. Di negeri ini apa pun bisa dicari celah untuk korupsi. Nyaris tak ada secuil pun bidang yang lolos dari praktik korupsi. Pajak dikorup, putusan pengadilan dikorup, pemilihan pejabat publik (fit and proper test) dikorup, penyelenggaraan haji dikorup, bahkan sampai pengadaan Alquran pun ditilap.
Makin membuat miris lagi ketika gurita rasywah itu juga membelit proses penyusunan regulasi. Kasus teranyar yang terkuak di Ibu Kota dengan melibatkan anggota DPRD DKI Jakarta dan pengusaha kian mengonfirmasikan hal itu.
 
Rakyat lagi-lagi mesti geleng-geleng kepala karena disuguhi tontonan tak lucu ketika Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi tertangkap tangan KPK seusai menerima uang suap terkait dengan pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DKI 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Tak berselang lama, Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK terkait dengan kasus yang sama.
 
Dalam kasus ini korupsi tampil dengan wajah perselingkuhan antara legislator dan pengusaha. Mereka berkongkalikong, satu demi uang, satu lagi demi produk regulasi yang diharapkan berpihak pada kepentingan pengusaha.
 
Bila dalam pembahasannya saja sudah transaksional, ditingkahi dengan aksi sogok-menyogok, bagaimana kita bisa berharap produk regulasi hasil perselingkuhan itu tak be raroma busuk?
Regulasi yang dihasilkan dari praktik-praktik lancung semacam itu juga amat mungkin bermasalah dan rawan diperkarakan. Lebih dari itu, aturan yang diterbitkan lewat proses yang tak pantas tentu akan condong menomorsatukan kepentingan segelintir kelompok, bukan berpihak kepada rakyat. Kini publik berharap ketegasan KPK untuk mengusut kasus ini seterang-terangnya. Karena menyangkut legislasi, patut diduga dalam perkara ini Sanusi tidak bekerja sendiri. Secara logika, ia tidak akan mungkin bisa mengarahkan sebuah aturan bila ia bekerja seorang diri. Amat mungkin perselingkuhan itu melibatkan lebih banyak pihak. Dalam bahasa KPK, korupsi legislasi merupakan grand corruption, korupsi besar.
 
Karena itu, KPK mesti memperlebar bidikan atau ruang tembak. KPK telah menengarai ada beberapa kolega Sanusi anggota DPRD DKI lain yang diduga ikut pula menikmati rasywah. Bila hanya fokus kepada Sanusi dan Ariesman, boleh jadi itu malah memberi ruang bagi pihak lain yang terlibat untuk bersih-bersih diri dan menyiapkan balasan amunisi.
 
Kita curiga korupsi dalam penyusunan legislasi terjadi bukan hanya dalam raperda, melainkan juga undangundang. Kita tahu regulasi ialah perangkat hukum yang mengatur kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Betapa tidak beradabnya negara, bangsa, dan rakyat bila diatur regulasi hasil korupsi.
 
Karena itu, hukuman maksimal harus dijatuhkan kepada pelaku korupsi legislasi agar tak ada lagi regulasi hasil korupsi. Rakyat tak sudi diatur regulasi yang terbit melalui praktik korupsi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase korupsi

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif