Bukan Mengampuni Pengemplang Pajak
Bukan Mengampuni Pengemplang Pajak ()

Bukan Mengampuni Pengemplang Pajak

15 Juli 2016 06:41
Kehadiran Undang-Undang Pengampunan Pajak telah memberikan dampak positif. Sejak Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak disetujui DPR untuk diundangkan pada 28 Juni, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan indeks harga saham gabungan (IHSG) terus menguat.
 
Penguatan rupiah dan IHSG juga ditopang masuknya dana asing ke Indonesia. Menurut catatan Bank Indonesia, dalam enam bulan terakhir, mulai 1 Januari hingga 24 Juni, dana asing yang mengalir ke Indonesia mencapai Rp97 triliun. Dana yang masuk itu diakui sebagai dampak tidak langsung dari program pengampunan pajak yang sudah digagas sejak tahun lalu. Jumlah dana yang pulang kampung diharapkan berlipat-lipat setelah pengampunan pajak resmi diberlakukan. Saat ini sebanyak 6.519 warga negara Indonesia menyimpan dana di luar negeri. Pemerintah sudah menghitung total aset mereka Rp4.300 triliun.
 
Target pemerintah, dana yang bisa kembali atau repatriasi sebanyak Rp1.000 triliun dan uang hasil tebusan mencapai Rp165 triliun. Ada yang berpendapat target tersebut terlalu optimistis. Oleh karena itu, pemerintah mesti membuktikan mampu menarik duit sebesar itu. Meleset sedikit saja, dalam arti capaiannya di bawah target, mereka yang anti-tax amnesty bakal berkoar bahwa pemerintah gagal.
 
Setidaknya ada dua tugas yang mesti dilakukan pemerintah dengan segera. Pertama, membangun kepercayaan agar para pengusaha berbondong-bondong mengikuti program pengampunan pajak. Untuk itu, pemerintah harus melakukan sosialisasi secara terstruktur, sistematis, dan masif. Sosialisasi itu juga menyangkut jaminan pemerintah soal kerahasiaan data pengampunan pajak. Data yang diberikan tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan pidana terhadap wajib pajak. Pembocor rahasia tersebut bahkan bisa dikenai tindakan pidana selama lima tahun penjara.
 
Tidak kalah penting ialah sosialisasi bahwa pengampunan pajak bukanlah membentang karpet merah untuk koruptor dan pencucian uang. Sasaran pengampunan pajak ialah para pengusaha yang menyimpan uang di luar negeri, bukan pengemplang pajak.
 
Membawa kembali dana yang disimpan di luar negeri bisa juga dipandang sebagai bentuk cinta Indonesia. Bukankah selama ini mereka bertempat tinggal dan berusaha di negeri ini, tapi keuntungan mereka malah diparkir di negeri orang? Jangan biarkan untung di negeri orang, buntung untuk negeri ini.
 
Tugas kedua pemerintah yang tidak kalah penting ialah menyiapkan program terukur untuk menampung dan menyalurkan dana yang masuk dari luar negeri. Jika tidak digunakan segera, tentu uang yang masuk itu menjadi mubazir. Dana-dana repatriasi hasil pengampunan pajak, untuk jangka pendek misalnya, bisa dipakai di sektor keuangan seperti saham, reksa dana, obligasi negara, ataupun obligasi BUMN. Instrumen jangka panjang bisa berupa proyek-proyek infrastruktur atau investasi di sektor riil.
 
Pemerintah harus mampu memanfaatkan dana hasil pengampunan pajak untuk menggerakkan roda perekonomian, bukan untuk memperkaya para petugas pajak. Karena itu, jauh lebih elok lagi jika Presiden membentuk gugus tugas yang khusus mengawal pelaksanaan pengampunan pajak.
 
Dana segar yang mengalir deras dari luar negeri hanyalah ilusi jika pemerintah kalah di Mahkamah Konstitusi terkait dengan pengajuan uji materi UU Pengampunan Pajak. Sambil melakukan sosialisi, pemerintah juga harus menyiapkan diri untuk beperkara di Mahkamah Konstitusi sehingga tidak kalah.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase tax amnesty

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif