Menuju Aksi Superdamai
Menuju Aksi Superdamai ()

Menuju Aksi Superdamai

29 November 2016 06:13
OPTIMISME tidak jarang lahir di tengah situasi konflik dalam bernegara. Hal itu pula yang terlihat di tengah rencana unjuk rasa 2 Desember.
 
Optimisme akan kematangan demokrasi terlihat dengan tercapainya kesepakatan antara Polri dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI), kemarin. Kedua pihak sepakat bahwa aksi Bela Islam III dilaksanakan pada 2 Desember, tetapi tidak di jalan protokol seperti yang sebelumnya diinginkan GNPF-MUI. Aksi akan dilakukan di Monumen Nasional.
 
Unjuk rasa digelar dalam bentuk aksi superdamai berupa gelar sajadah untuk salat Jumat, yang diawali zikir dan istigasah. Para peserta aksi juga berkomitmen untuk menaati waktu yang disediakan, yakni pukul 08.00-13.00 WIB.
 
Dalam poin-poin kesepakatan juga disebutkan para pemimpin GNPF-MUI akan melepas pulang para peserta aksi dengan tertib. GNPF-MUI pun sepakat dengan Polri tentang perlunya pembentukan tim terpadu antara Satgas GNPF-MUI dan Polri untuk mengatur teknis pelaksanaan. Tim terpadu juga mengatur peserta aksi dari luar umat Islam. Kedua pihak dengan tegas menyatakan gerakan di luar kesepakatan tersebut dipastikan bukan bagian dari GNPF-MUI sehingga Polri dipersilakan menggunakan hak dan kewenangan untuk mengambil tindakan yang diperlukan.
Kesepakatan ini pantas diapresiasi karena menjadi bukti bahwa dialog tetap bukan hal yang sulit di negeri ini. Kesepakatan ini juga menunjukkan bahwa aparat penegak hukum, begitu juga pemerintah, serius melayani hak demokrasi warga.
 
Polri bahkan memandang aksi tersebut sebagai hal yang suci karena sekaligus merupakan ibadah. Oleh karena itu, Polri menegaskan untuk menjaga semaksimal mungkin kelancaran dan ketertiban aksi tersebut.
 
Sikap Polri ataupun pemerintah yang mau melayani itu semestinya pula didukung semua anak bangsa. Tak bisa dimungkiri, aksi dengan massa dalam jumlah besar sangat mudah diprovokasi sehingga dapat berujung kericuhan.
Aksi 4 November lalu memperlihatkan bahwa provokasi segelintir pihak pada akhirnya sempat menimbulkan kericuhan di ujung hari. Tak hanya itu, ada pula sebagian pihak yang mencoba memanfaatkan momen dengan membuat kerusakan di tempat lain.
 
Dengan jelasnya potensi chaos, sudah sewajarnya kita tidak mengambil risiko, termasuk dengan membiarkan adanya aksi lain yang akan dilakukan pada hari yang sama. Adanya aksi sampingan itu, salah satunya mencuat dengan bakal digelarnya aksi oleh para buruh. Meski mereka memiliki hak demokrasi yang sama, aksi sampingan semacam itu memang tidak tepat.
 
Pihak-pihak yang memaksakan adanya aksi sampingan dapat dikatakan tidak memiliki kepekaan dalam menjaga ketertiban dan kepentingan umum. Lebih dari itu, para pengunjuk rasa sampingan ini semestinya juga menyadari bahwa rencana bersamaan tersebut justru tidak membantu perjuangan mereka. Pasalnya, dengan sudah adanya aksi yang lebih besar, tentunya perhatian pemerintah dan masyarakat akan sulit tercurah pada tuntutan para buruh.
 
Meski begitu, baik terhadap aksi superdamai maupun aksi sampingan yang bisa saja tetap terlaksana, aparat tetap tidak boleh menoleransi segala tindakan anarkistis. Segala pelanggaran dari kesepakatan yang telah dicapai antara Polri dan GNPF-MUI harus ditindak segera agar tidak ada celah bagi terjadinya kericuhan.
 

 

 

 

 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase unjuk rasa

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif