Editorial Media Indonesia
Editorial Media Indonesia ()

Pantang Takluk Hadapi Rongrongan

23 November 2016 06:31
PERKEMBANGAN politik hari-hari ini sejatinya merupakan ujian bagi kepatuhan bangsa ini terhadap konsensus. Konsensus itu ialah bahwa NKRI dan kebinekaan merupakan jawaban dari keinginan para pendiri Republik ini untuk menyatukan seluruh elemen negeri dengan segala kemajemukan dan keberagaman dalam satu bingkai kebangsaan.
 
Taat kepada konsensus, terlebih dalam konteks kebangsaan, ialah mutlak. Perjuangan untuk merengkuh NKRI dan menghormati kebinekaan bukanlah perjuangan mudah dan murah. Banyak yang dipertaruhkan ketika anak-anak bangsa Indonesia menyepakati dua hal tersebut menjadi satu konsensus yang mesti dijaga rapat.
 
Karena itu, ketika ada ikhtiar dari pihak-pihak yang ingin merusak harmoni sekaligus menggerogoti persatuan yang dibangun dari fondasi NKRI dan kebinekaan, tanggung jawab seluruh anak bangsalah untuk menghentikannya. Di kala ada sebagian pihak yang salah memaknai NKRI dan ingin menggantikannya dengan paham yang mereka yakini benar, tugas kitalah untuk mengingatkan.
 
Negara tak boleh kalah. Aksioma itu boleh saja dianggap terlalu klise. Akan tetapi, dalam kaitan isu adanya upaya perongrongan terhadap NKRI, itu menjadi sangat relevan. Negara jelas tak boleh kalah terhadap apa pun atau siapa pun yang mencoba menyobek keutuhan, termasuk anasir yang oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian disebut tengah memanfaatkan situasi saat ini untuk menjatuhkan pemerintah. Kapolri tentu tak main-main dengan pernyataannya. Ia secara khusus menyoroti rencana unjuk rasa 2 Desember 2016 yang menurutnya telah bergeser dari tujuan sebelumnya yang ingin mempermasalahkan proses hukum terhadap Basuki Tjahaja Purnama dalam kasus dugaan penistaan agama. Kapolri dan Panglima TNI mengaku telah mengendus adanya upaya penggulingan kekuasaan alias makar.
 
Namun, sekali lagi, negara tak boleh kalah. Terlampau mahal harganya bila negara ini membiarkan hal itu terjadi. Upaya penggulingan pemerintah, sekalipun itu baru sebatas deteksi dini dan amat sulit dilakukan, tetap mesti diwaspadai. Apalagi isu makar itu muncul di tengah polarisasi masyarakat yang kini semakin nyata. Sungguh, bila tak ada kewaspadaan tinggi dan antisipasi yang tepat, dua hal itu dapat saja berkolaborasi memercikkan bara api kekisruhan.
 
Pada perspektif ini, kita sangat menghargai upaya Presiden Joko Widodo yang terus menggalang pertemuan dengan elite-elite politik untuk menurunkan tensi politik yang harus diakui kian memanas belakangan ini. Dalam pertemuan-pertemuan itu, Presiden juga mengingatkan lagi pentingnya menguatkan kembali semangat pluralisme dan kebinekaan yang menjadi ciri khas dan pemersatu bangsa Indonesia.
 
Komunikasi politik ala Presiden itu terasa menyejukkan meski masih terbatas di tingkat elite. Karena itu, sudah sepatutnya pemerintah melanjutkan upaya itu dengan menjalin komunikasi politik yang lebih cair dengan rakyat.
 
Kesejukan itu juga mesti disebarkan ke bawah, kepada rakyat yang akan selalu menjadi korban ketika terjadi kekisruhan dan gonjang-ganjing kekuasaan. Ajaklah publik untuk mengingat kembali sekaligus merawat konsensus tentang kebangsaan, tentang NKRI, tentang kebinekaan.
 
Sebaliknya, kita mengecam sekeras-kerasnya bila ada pihak-pihak yang memanas-manasi rakyat untuk melawan pemerintahan yang terpilih secara demokratis. Pihak-pihak tersebut ialah orang-orang yang tidak sabar untuk segera berkuasa, tidak sabar menunggu sampai pemilu berikutnya. Sekali lagi negara dan rakyat tak boleh takluk menghadapi mereka.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase unjuk rasa

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif