Kedaulatan fiskal ialah bagian tak terpisahkan dari kedaulatan negara. Ketahanan fiskal suatu negara memiliki derajat yang sama tinggi dengan ketahanan wilayah. Artinya, kedaulatan negara dari sisi fisik wilayah saja belum cukup. Negara yang berdaulat harus dikelola dengan benar agar ia tak mudah dipengaruhi pihak atau negara lain.
Di sinilah letak pentingnya ketahanan fiskal karena pengelolaan sebuah negara jelas memerlukan dukungan finansial yang kuat. Dalam praktiknya, sumber kekuatan utama ketahanan fiskal ialah penerimaan pajak. Itu berarti resistensi terhadap penggalangan pajak bisa digolongkan sebagai usikan terhadap kedaulatan negara.
Kalau kita merujuk pada kasus pajak Google, juga sejumlah perusahaan berbasis teknologi atau over the top (OTT) lain yang belakangan kian memantik keresahan publik, tak salah rasanya bila negara perlu segera memperlihatkan kewibawaannya. Apalagi, ada dua problem di sini. Bagi negara ini masalah kedaulatan fiskal dan bagi rakyat ini persoalan ketidakadilan.
Ada ketidakadilan yang amat meresahkan ketika di satu sisi rakyat dengan segala keterbatasannya mampu patuh saat negara memungut sebagian harta mereka untuk pajak. Sebaliknya, di seberang sana, perusahaan-perusahaan asing yang menjalankan bisnis dan mengais untung dari Bumi Pertiwi justru asyik bersiasat untuk menghindari pajak.
Sungguh ironis, mereka yang dengan amat leluasa memanfaatkan penetrasi internet di Tanah Air yang pada Januari 2016 mencapai 88 juta pengguna aktif, mengeksploitasi ruang siber kita, 'mengacak-acak' data informasi segala hal dari seluruh penjuru negeri, ternyata tak punya iktikad baik untuk berkontribusi finansial bagi negara yang mereka diami. Betul bahwa persoalan pajak untuk perusahaan seperti Google bukan hal baru dan tidak hanya dialami Indonesia. Hampir semua negara terlambat mengantisipasi persoalan tersebut sehingga tidak memiliki standar yang jelas. Celah itulah yang selama ini dimanfaatkan para perusahaan OTT untuk mengelak dari pajak.
Namun, apakah itu boleh menjadi dalih pemerintah untuk tak bertindak tegas kepada mereka? Tentu saja tidak. Yang pasti pemerintah mesti tegaskan kepada Google dan kawan-kawan bahwa ketika mereka berbisnis di sini, harus ikut aturan main yang berlaku di sini. Ruang negosiasi tetap dibuka, tapi mesti dibungkus dengan ketegasan dan meminimalisasi kompromi. Khusus terkait Google, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi sendiri sudah menekankan apabila perusahaan global itu berkeras menolak membayar pajak sesuai kalkulasi pemerintah Indonesia, manajemen Google dapat berakhir di penjara.
Sikap tegas seperti itulah yang mesti dikedepankan. Ketegasan yang sama seperti diperlihatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan sindiran-sindiran kerasnya saat mengajak para pengusaha besar mengikuti program amnesti pajak. Sama pula kerasnya dengan niat Menkeu untuk mereformasi pajak pascakasus korupsi yang melibatkan aparat pajak, beberapa waktu lalu.
Semua itu mesti dibaurkan dalam satu momentum untuk kembali meningkatkan performa penerimaan pajak yang dalam beberapa tahun belakangan cukup lemah. Jika tiga penetrasi itu berhasil, bukan tidak mungkin upaya penggalangan pajak akan kembali menggelora. Impaknya, kedaulatan fiskal aman, kedaulatan negara pun terjaga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
