Editorial Media Indonesia
Editorial Media Indonesia ()

Menindak Penista Demokrasi

12 November 2016 06:23
KAMPANYE merupakan hak semua pasangan kepala daerah yang diatur dalam undang-undang dan ditegaskan lewat peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Rasa keamanan dan kenyamanan dalam pelaksanaan kampanye berlaku untuk semua pasangan calon dan tidak boleh ada gangguan.
 
Aturan yang telah disepakati bersama itu mesti dijunjung tinggi oleh semua pemangku kepentingan, baik itu KPU sebagai penyelenggara, Badan Pengawas Pemilu sebagai wasit, pasangan calon beserta tim sukses, maupun masyarakat sebagai pemilih.
 
Tentu sangat disayangkan adanya upaya-upaya yang dilakukan segelintir orang untuk mengganggu proses pilkada di DKI Jakarta dengan menghalangi dan menolak perhelatan kampanye pasangan calon. Bahkan, mereka mengancam keselamatan kandidat. Jelas itu menistakan proses demokrasi yang selama ini kita telah junjung bersama.
 
Menegakkan proses pemilu yang adil jelas menjadi pilar utama tegaknya demokrasi bangsa ini. Haram hukumnya jika ada pihak-pihak yang memaksakan kehendak dengan menabrak aturan. Aturan terang benderang melarang orang menolak, menghalangi, ataupun mengganggu proses kampanye. Kita khawatir aksi-aksi penolakan itu ditunggangi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang menangguk keuntungan pribadi. Mereka terang-terangan mengorbankan kampanye yang merupakan perwujudan pendidikan politik bagi masyarakat.
 
Memberikan pendidikan politik kepada publik merupakan tanggung jawab partai politik, kandidat, serta elite. Masyarakat mesti didorong untuk mengikuti aturan main dan selalu berpikir dalam pola pikir demokrasi dalam proses pemilihan. Kampanye semestinya menjadi ajang kontestasi gagasan dan program serta model kepemimpinan yang tak boleh diganggu.
 
Sulit dibantah bahwa rangkaian proses pilkada DKI merupakan kiblat serta barometer pilkada di 100 daerah lain. Kampanye pilkada DKI akan memberi efek baik bagi penyelenggara, kandidat, dan masyarakat pemilih di daerah. Bila terus dicederai, bagaimana pilkada DKI bisa menjadi contoh.
 
Untuk itulah, sikap tegas penyelenggara pilkada, baik itu KPU maupun Bawaslu sangat kita butuhkan demi tegaknya demokrasi. Tidak boleh lagi pasangan Ahok-Djarot, juga dua pasangan lainnya, dihadang ketika hendak menyampaikan program dan visi-misi melalui kampanye. Apalagi ditengarai yang melakukannya bukan warga di tempat digelarnya kampanye. Bahkan ditengarai para penista demokrasi itu bukan warga Jakarta.
 
Jika warga memang tidak menghendaki calon tertentu, jelas caranya tidak dengan menjegal kampanye, tetapi dengan tidak mencoblos pasangan tersebut pada saat pemungutan suara. Itulah esensi dari pemilihan umum.
 
Bawaslu beserta penegak hukum harus memastikan agar segelintir masyarakat yang sengaja seperti itu tidak meneruskan langkah yang melanggar aturan tersebut.
 
Pasal 187 ayat (4) Undang-Undang No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota tegas mengamanatkan setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000 (enam juta rupiah).
 
Apalagi, Bawaslu sudah mendapatkan laporan serta temuan yang disertai bukti sehingga dapat menindak pelanggaran semacam itu dengan cepat. Masih banyak pelanggaran kampanye lain yang harus diawasi, mulai politik uang, melibatkan relawan tidak terdaftar, memanfaatan fasilitas negara, melibatkan anak-anak, hingga memasang peraga kampanye yang tidak sesuai dengan ketentuan.
 
Hingga kemarin, tercatat 23 pelanggaran kampanye yang dilakukan pasangan calon di pilkada DKI Jakarta. Pelanggaran terbanyak diduga dilakukan pasangan Agus Yudhoyono-Sylviana Murni, yakni 15 pelanggaran, pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno diduga melakukan 5 pelanggaran, dan pasangan Ahok-Djarot diduga melakukan 3 pelanggaran.
 
Otoritas penyelenggara pemilu wajib mewujudkan kompetisi yang adil dan bermartabat. KPU sebagai lembaga penyelenggara mesti menjadi panitia pertandingan yang menyediakan gelanggang yang setara. Begitu juga Bawaslu sebagai wasit diharapkan menegakkan aturan karena lemahnya penegakan hukum menjadi celah munculnya kecurangan berikutnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase pilgub dki 2017

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif