Joel Zechary Mewengkang, salah satu anak gifted yang sedang belajar sambil menggambar. Foto:  Dok. Noble Academy
Joel Zechary Mewengkang, salah satu anak gifted yang sedang belajar sambil menggambar. Foto: Dok. Noble Academy

Kerap Dicap 'Nakal', Banyak Anak 'Gifted' Salah Penanganan

Citra Larasati • 21 November 2020 17:19
Jakarta:  Berdasarkan data, sebanyak 67 persen anak gifted mengalami underachievement atau tidak tertangani dengan baik. Sementara di Indonesia diperkirakan sebanyak 2,6 juta anak Indonesia yang berpotensi gifted juga mengalami salah penanganan. 
 
Semua anak yang dilahirkan adalah spesial. Namun tidak dapat dipungkiri, ada beberapa anak yang dilahirkan dengan membawa kecerdasan di atas rata-rata sehingga masuk dalam kategori jenius. Ini juga disebut gifted-akar kata yang merujuk pada pemberian tak ternilai dari Tuhan. 
 
Joel Zechary Mewengkang, memiliki tingkat kecerdasan IQ 140 mengaku punya masalah di sekolahnya.  Di sekolah umum, anak yang masuk kategori jenius atau biasa disebut gifted seperti Joel ini kerap merasa kurang cocok dengan teman-temannya, bahkan sering dicap nakal.

Ia tidak dapat memahami teman-temannya, begitu juga sebaliknya. Sebagai anak gifted, Joel memiliki kemampuan di atas rata-rata atau jenius baik secara intelektual maupun kreativitas. Namun sayang, di sekolah umum ia sering mendapat catatan merah dari guru.
 
Nilai raportnya selalu pas-pasan. Ia tak pernah serius mengerjakan tugas yang diberikan atau bahkan terang-terangan ogah menyelesaikan tugas dari guru. Joel juga memiliki penilaian negatif terhadap guru dan sekolah.
 
Ia sering menyalahkan para pendidik untuk nilai-nilainya yang rendah.  Menurutnya pelajaran sekolah membosankan dan para guru yang mengajarnya tak cukup pandai. 
 
Hal yang sama juga terjadi pada Niko, anak gifted lainnya.  Kekecewaan dan frustasi sering kali terjadi pada Niko.  Ketika idealisme anak-anak gifted ini tidak tercapai. Ditambah lagi ketika anak-anak ini mencoba mengutarakan keprihatinannya ke orang lain, mereka biasanya malah menerima reaksi dalam bentuk keheranan hingga kekasaran.
 
"Mereka merasa terisolasi dari teman-temannya dan mungkin juga dari keluarga," kata Julie Jurisa, ibunda Niko.
 
Baca juga:  Yuenleni, 'Happy' Jadi Petugas Uji Sampel Swab Covid-19
 
Julie menceritakan, setiap minggu malam, Niko selalu stres karena besoknya adalah hari Senin, hari di mana Niko harus kembali masuk sekolah. Niko yang kala itu sekolah di Sekolah Dasar (SD) umum juga seperti Joel, tidak bisa mengikuti pelajaran dan tak cocok dengan teman-temannya di sekolah.
 
Sedangkan adik perempuan Niko, Charis kelas IV SD bisa mengikuti pelajaran di sekolah seperti anak-anak lainnya. 
 
 

 
Kemudian orang tua Joel dan Niko mencari sumber persoalan kenapa anak-anaknya tidak bisa berkembang bahkan menjadi bermasalah ketika berada di sekolah umum.  Lalu mereka datang ke Noble Academy, sebuah lembaga yang memang khusus menangani anak-anak istimewa ini.
 
Pertama-tama keduanya harus melalui sebuah tes intelegensia dan hasilnya diketahui bahwa IQ Joel dan Niko memang di atas rata-rata. 
 
Kemudian Joel dan Niko memutuskan untuk meninggalkan sekolah umumnya dan pindah ke Noble Academy. Di Noble Academy, Joel belajar dengan guru spesialis anak gifted
 
Rudi Silitonga, guru Joel dan Niko berkomunikasi dan mengajar menggunakan bahasa Inggris.  Sambil belajar dengan guru spesialisnya di kelas, tangan Joel sibuk menyelesaikan oret-oretan gambar seorang pendekar yang sedang beraksi menggunakan tablet miliknya.
 
"Joel kreatif banget, remaja yang tak bisa diam, tapi produktif, berkarya positif. Idenya selalu out of the box.  Karya ilmiahnya yang dituangkan dalam bentuk buku, sudah ada sekitar enam karya tulis ilmiah," kata Rudi.
 
Karya buku Joel antara lain Effects of Climate Change Science Report,  Portopolio ART, Projects, Portopolio Language Arts, Portopolio Psychology,  Project 49.
 
Tanggapan Psikolog
 
Menanggapi anak-anak cerdas yang berbeda dengan anak-anak di sekolah biasa ini, Psikolog dari Universitas Surabaya (Ubaya), Evy Tjahjono mengatakan, bahwa anak gifted secara intelektual mereka sebenarnya berusaha mengikuti teman-temannya yang berada di sekolah umum.
 
"Tapi ternyata enggak nyambung, tak cocok, tapi secara sosial dia berada di kelompok itu," terang Evy.
 
Menurut, Evy anak-anak jenius ini punya ketidaksejajaran antara kemampuan mental mereka dengan emosional. Inilah yang membuat anak-anak gifted itu seringkali frustasi dengan kehidupannya.
 
 

 
Mereka sudah bisa memikirkan jauh ke depan, sementara orang lain belum memikirkannya. Tapi banyak yang tak memahami dirinya.   Evy menegaskan, kondisi ini merupakan suatu kelebihan, bukan kekurangan. Anak-anak ini sebuah anugerah (gifted) karena ia punya potensi lebih yang diberikan Tuhan. 
 
"Saya yakin dengan kelebihan yang mereka miliki, mereka dapat mengubah dunia. Apakah nanti mereka jadi ahli matematika, kimia, fisika, rancang bangun dan lain-lain mereka adalah anak-anak luar biasa di masa datang," kata Evy.
 
Sementara Inisiator yang juga Director Noble Academy Jakarta, Nancy Dinar menjelaskan, bahwa lembaga pendidikannya ini baru berdiri selama tiga tahun.  Baru memiliki 17 siswa dan tahun 2021 akan meluluskan satu siswanya.
 
Nancy pun hampir sama keluhannya dengan para ibu lainnya yang punya anak-anak cerdas namun tidak bisa sekolah di sekolah biasa. "Dua anak Saya cukup cerdas, mereka tak bisa mengikuti pelajaran di sekolah biasa," kata Nancy.
 
Dua Kurikulum
 
Kondisi itulah yang akhirnya mendorong Nancy membuka lembaga pendidikan Noble Academy.  Kurikulumnya terdiri dari dua jenis, yakni kurikulum Nasional indonesia dan kurikulum Nasional Amerika.
 
Berdasarkan data, sebanyak 67 persen anak gifted mengalami underachievement atau tidak ditangani dengan baik. Sementara di Indonesia diperkirakan sebanyak 2,6 juta anak Indonesia yang berpotensi gifted juga mengalami salah penanganan. 
 
"Meski sekarang banyak orang bicara soal underachievement tapi tidak ada sekolah yang bisa menampung mereka. Di sinilah kami mengambil andil," ujar Nancy. 
 
Di balik segala keterbatasan pembelajaran jarak jauh akibat pandemi, seluruh Noblian (sebutan untuk sivitas akademika Noble Academy) bersemangat dan akhirnya bisa melanjutkan proses belajar mengajar.
 
Pihaknya terus memberikan pelayanan terbaik meski di tengah pandemi. Termasuk mengirimkan guru-gurunya mengikuti beberapa pelatihan selama liburan semester, sehingga para guru mengantongi Apple Certified Teacher dan Google Certified Educator agar mudah mengikuti dan melakukan pengembangan teknologi dan gawai terkini. 
 
"Hal lain yang menjadi sorotan pada tahun ajaran baru ini adalah penekanan pada passion project yang akan mengarahkan para siswa agar menghasilkan karya yang berkualitas," ujar Nancy.
 
Passion project ini memberikan kesempatan bagi siswa unruk mengeksplorasi minat dan bakat,  mengaplikasi kemampuan belajar dan juga menjawab tantangan karier di masa revolusi industri 4.0 yang tak hanya akan melenyapkan sejumlah jenis pekerjaan namun di sisi lain juga menghadirkan jenis pekerjaan baru.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(CEU)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan