Perubahan perilaku kedua, preparedness behavior, yaitu perilaku yang ditujukan untuk memastikan ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan individu untuk dapat melakukan respon yang tepat dalam rangka menghambat dan menghentikan penyebaran virus. Misalnya mencari informasi yang relevan tentang distribusi kasus, jumlah orang yang terinfeksi, intervensi yang telah dilakukan pemerintah, membeli hand sanitizer, masker, face shield, serta kebutuhan sehari-hari.
Ia mengingatkan, mencari informasi seputar pandemi sebetulnya membuka peluang munculnya kebingungan, ketidakpastian, dan kegelisahan. Reaksi menjadi serius pada individu yang memiliki kepribadian pencemas, apalagi yang telah memiliki gangguan psikologis terkait kecemasan seperti takut terinfeksi virus, takut berkontak dengan objek yang diduga dapat menularkan virus, dan takut terhadap orang asing.
Ia menyebut, akan muncul perilaku kompulsif seperti cuci tangan yang berlebihan. Misalnya, membersihkan benda-benda yang akan disentuh, dan menyemprotkan disinfektan meski kondisi biasa.
Perubahan perilaku ketiga yang disebut perverse behavior adalah perilaku berbeda dari yang dianggap normal oleh masyarakat. Contohnya, menghindari kunjungan ke rumah sakit dan terobsesi membeli obat-obat anti virus sendiri.
Kajian literatur yang dilakukan Usher dkk (2020) memberi gambaran, meskipun ketiga perubahan perilaku tersebut merupakan respons yang berkontribusi dalam menghambat penyebaran virus korona. Ketiganya berkorelasi positif dengan meningkatnya kecemasan, meningginya kekhawatiran, dan semakin intensnya stres yang dialami individu.
Ia menyarankan agar ada penanganan khusus terhadap perubahan perilaku dan kondisi sosial akibat pandemi covid-19. Perlu dilakukan mitigasi pengaruh pandemi terhadap kesehatan mental masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News