Personal
hygiene diwujudkan berupa tindakan seperti menggunakan masker, mencuci tangan, menghindari makan di luar rumah, menyemprot desinfektan, memastikan kecukupan ventilasi udara di dalam ruangan. Sedangkan
social distancing dilakukan dengan menjaga jarak untuk menghambat penyebaran virus, menghindari kerumunan dan menunda bepergian.
Dalam konteks tertentu,
social distancing juga diwujudkan dalam tindakan melakukan karantina mandiri ketika menyadari bahwa dirinya berinteraksi dengan suspek atau pihak yang terinfeksi covid-19. Karantina mandiri juga biasanya perlu dilakukan karena baru melakukan perjalanan jauh menggunakan angkutan umum.
Pembatasan hubungan sosial dan karantina, menurut Sawitri,dapat menimbulkan berkurangnya aktivitas fisik, munculnya perasaan sedih, terisolasi, bosan dan kesepian. Kondisi itu, kata dia, membuka peluang meningkatnya prevalensi depresi, konsumsi alkohol dan obat-obat terlarang, adiksi atau kecanduan internet, dan kekerasan dalam rumah tangga.
Dia mengungkapkan, penyesuaian diri dalam pekerjaan seperti mempelajari hal baru dan menghadapi perubahan yang cepat, sering terjadi, dan drastic bias menimbulkan implikasi yang serius. Bentuknya bisa berupa menurunnya kepuasan kerja, bahkan meningkatnya
burnout yaitu kondisi kelelahan fisik, mental, dan emosi yang dialami seseorang karena stres berlebihan dan berkepanjangan.
Penerapan work from home juga bukan hal yang sederhana. Diperlukan penyesuaian dengan situasi dan penghuni rumah. Apalagi bagi yang memiliki anak usia sekolah, melakukan pendampingan terhadap anak yang sedang menghadapi situasi belajar yang baru sembari melakukan pekerjaan dari rumah sekaligus tak jarang membuat
over exhausted dan tertekan.