Sejarah gelombang elektromagnetik
Sebelum abad ke-19, orang-orang hanya mengetahui cahaya tampak. Barulah pada 1800, seorang astronom Inggris yang lahir di Jerman bernama William Herschel menyatakan ada sinar lain di luar cahaya tampak.
Fakta ini ia sampaikan usai bereksperimen dengan memfraksikan berkas sinar matahari menggunakan prisma. Dari percobaan tersebut, terlihat cahaya tak kasat mata di luar warna merah yang menyebabkan suhu termometer menjadi tinggi. Cahaya ini kemudian dinamakan sinar infrared atau inframerah.
Setahun setelahnya, seorang fisikawan Jerman bernama Johann Wilhelm Ritter melakukan eksperimen serupa. Hasilnya, ditemukan berkas sinar tak kasat mata dekat warna ungu yang menyebabkan pelat perak klorida menghitam. Cahaya ini lantas disebut sebagai infraungu atau ultraviolet.
Usai penemuan Ritter, terbitlah teori Maxwell sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya. Temuan Maxwell ini lantas dibuktikan oleh Heinrich Hertz pada 1887. Hasilnya, terbukti terdapat gelombang di luar rentang sinar inframerah yang selanjutnya disebut sebagai gelombang mikro dan radio.
Penelitian demi penelitian terus berlanjut, hingga akhirnya fisikawan Jerman bernama Wilhelm Rontgen menemukan sinar X-ray pada 1895. Berkas sinar ini dapat menembus benda padat.
Lima tahun setelahnya, atau lebih tepatnya pada 1890, Rutherford menemukan sinar alfa dan beta. Beranjak dari temuan itu, seorang fisikawan dan kimiawan asal Prancis bernama Paul Ulrich Villard menemukan sinar gamma. Cahaya ini berisfat netral, memiliki energi yang lebih tinggi daripada sinar X-ray, serta memiliki frekuensi tertinggi.
Teori gelombang elektromagnetik ini akhirnya disempurnakan oleh Albert Einstein. Pada 1905, ia menemukan konsep relativitas khusus.