Review jurnal membutuhkan ketelitian dan kejelian dalam membaca agar penulis mampu menyatakan pendapat pribadinya tentang topik bahasan yang ada. Sebelum membahas lebih jauh, yuk kenali dulu apa itu review jurnal.
Apa itu review jurnal?
Dikutip dari laman Deepublish Store, review jurnal adalah kegiatan penilaian yang memberikan penjelasan, investigasi, dan klarifikasi tentang pentingnya suatu artikel jurnal. Sama halnya dengan pengertian tersebut, Elsevier mengatakan review jurnal merupakan kegiatan mengevaluasi artikel dengan menjelaskan kualitas, kelengkapan, dan akurasi penelitian pada suatu artikel.Selain itu, review jurnal juga bisa disebut sebagai penilaian artikel ilmiah yang mencakup kualitas isi hingga format penulisan. Dengan kata lain, review jurnal merupakan kegiatan akademik yang bertujuan meninjau kembali jurnal yang sudah dipublikasikan.
Sebelum memahami isinya, penting untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan evaluasi atau penilaian dalam konteks review jurnal. Melansir dari laman University of New South Wales (UNSW) Sydney, evaluasi merupakan proses untuk menilai kekuatan dan kelemahan suatu teks berdasarkan kriteria tertentu.
Review jurnal isinya apa saja?
Isi review jurnal
Review jurnal memiliki sejumlah unsur penting agar hasilnya komprehensif dan mudah dipahami. Berikut unsurnya:1. Identitas jurnal
Bagian ini terdiri dari nama penulis, judul artikel, nama jurnal, nomor volume dan issue, tanggal publikasi, serta jumlah halaman. Informasi ini penting untuk mempermudah penyusunan daftar pustaka atau sitasi secara akurat.2. Latar belakang teori atau tujuan penelitian
Pada bagian ini dijelaskan permasalahan utama, landasan teori, serta tujuan penelitian yang dibahas. Penulis perlu menunjukkan konteks mengapa penelitian tersebut dilakukan dan apa relevansinya.3. Metode penelitian
Berikutnya, Sobat Medcom dapat menguraikan metode yang digunakan dalam penelitian, seperti pendekatan yang dipilih, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, serta alat dan prosedur analisisnya. Penjelasan ini membantu pembaca memahami validitas dan keandalan penelitian.4. Hasil dan pembahasan
Kemudian, kamu bisa menampilkan temuan utama dari penelitian secara ringkas dan jelas. Pembahasan perlu menunjukkan keterkaitan hasil dengan teori yang digunakan serta interpretasi penulis terhadap data.5. Kesimpulan
Bagian ini berisi ringkasan pemahaman dan pendapat penulis terhadap artikel yang direview. Kesimpulan juga dapat mencakup pandangan umum tentang kontribusi artikel terhadap bidang keilmuan terkait.6. Kelebihan dan kekurangan jurnal
Terakhir, kamu bisa menuliskan evaluasi objektif mengenai keunggulan dan keterbatasan artikel, baik dari segi isi, metode, maupun penyajiannya. Bagian ini menunjukkan kemampuan kritis penulis dalam menilai karya ilmiah.Berikut contoh review jurnal yang dilansir dari Polteknik Kesehatan Semarang
Contoh review jurnal
Identitas Jurnal
Judul: Dual-Energy CT dalam Pencitraan Musculoskeletal: Apa Peran Melampaui Gout?Jurnal: AJR
Volume & Halaman: 213:1–13
Tahun Terbit: 2019
Penulis: Prabhakar Rajiah, Murali Sundaram, dan Naveen Subhas
Reviewer: Muslimah Putri Utami (P1337430419009)
Institusi: Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang
Tanggal: April 2020
Latar Belakang
Konsep Dual-Energy Computed Tomography (DECT) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1970-an. Namun, penerapan teknologi ini dalam praktik klinis baru berkembang pesat beberapa tahun terakhir berkat kemajuan teknologi, optimalisasi alur kerja, serta bukti ilmiah mengenai manfaatnya.DECT bekerja dengan menggunakan dua tingkat energi sinar-X yang berbeda untuk memperoleh data atenuasi jaringan. Teknik ini memanfaatkan perbedaan sifat atenuasi antara bahan dengan nomor atom tinggi (seperti yodium dan kalsium) dan bahan dengan nomor atom rendah (seperti oksigen, karbon, dan nitrogen). Dengan demikian, DECT mampu membedakan jaringan dan material lebih akurat dibanding CT konvensional yang hanya bergantung pada satu tingkat energi.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan meninjau berbagai aplikasi klinis DECT pada pencitraan muskuloskeletal, khususnya pada kasus non-gout. Data diperoleh melalui hasil pencitraan radiologi berbagai pasien yang mengalami kelainan muskuloskeletal.Subjek penelitian mencakup beberapa kasus pasien, antara lain penderita gout, chondrocalcinosis, artropati erosif, karsinoma metastatik, serta cedera tulang dan sendi. Analisis dilakukan dengan meninjau hasil pencitraan berdasarkan kategori penyakit sendi, gangguan sumsum tulang, penggunaan teknis, dan aplikasi jaringan lunak.
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi DECT memiliki berbagai aplikasi dalam pencitraan muskuloskeletal, antara lain:Articular Diseases
Gout menjadi aplikasi paling umum dan tervalidasi dengan sensitivitas 78–100% dan spesifisitas 89–100%. DECT mampu mendeteksi kristal urat dengan akurat dan kini menjadi bagian dari kriteria klasifikasi American College of Radiology dan European League Against Rheumatism. Selain itu, DECT juga efektif mendeteksi pseudogout dengan sensitivitas lebih tinggi dibanding radiografi konvensional.
Gangguan Sumsum Tulang
Dengan teknik virtual noncalcium imaging, DECT dapat menilai edema sumsum tulang secara lebih akurat. Metode ini meningkatkan sensitivitas CT hingga 5% dan membantu identifikasi lesi tulang yang sulit dideteksi oleh CT konvensional.Penggunaan Teknis
DECT terbukti mampu mengurangi artefak logam dan memberikan pengukuran Bone Mineral Density (BMD) yang lebih akurat di sekitar implan logam dibandingkan CT energi tunggal.Aplikasi pada Jaringan Lunak (Soft Tissue Application)
Selain pada tulang, DECT juga bermanfaat untuk menilai jaringan lunak seperti ligamen dan tendon. Meski MRI tetap menjadi metode utama, DECT memberikan alternatif tambahan dalam mendeteksi edema dan kelainan jaringan.
Analisis hasil menunjukkan bahwa DECT memiliki keunggulan signifikan dalam membedakan jenis jaringan berdasarkan karakteristik energi. Teknologi ini meningkatkan kemampuan diagnostik pada kasus gout, gangguan sumsum tulang, serta kondisi muskuloskeletal lain yang sulit divisualisasikan dengan CT konvensional.
Selain itu, kemampuan DECT dalam mengurangi artefak logam menjadikannya pilihan ideal untuk pasien dengan implan ortopedi. Meskipun begitu, pemanfaatannya masih memerlukan validasi lebih lanjut melalui penelitian berskala besar untuk memperkuat efektivitasnya dalam praktik klinis rutin.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, DECT berpotensi besar dalam pencitraan muskuloskeletal karena dapat memberikan informasi diagnostik yang lebih detail dibanding CT konvensional. Teknologi ini tidak hanya bermanfaat untuk mendeteksi gout, tetapi juga efektif dalam mengevaluasi sumsum tulang, jaringan lunak, dan pengurangan artefak logam.Penelitian ini menekankan DECT adalah inovasi penting di bidang radiologi diagnostik. Dengan pengembangan dan penelitian lanjutan, DECT berpeluang menjadi alat utama dalam pemeriksaan muskuloskeletal modern. Demikian ulasan terkait isi dari review jurnal yang perlu kamu ketahui. Semoga bermanfaat untuk kamu ya! (Bramcov Stivens Situmeang)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
                    Google News
                
            Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id