Jadid menjelaskan metabolit sekunder merupakan senyawa organik yang dihasilkan oleh tanaman. Senyawa ini memiliki peran penting dalam adaptasi dan interaksi ekologisnya.
Beberapa jenis metabolit sekunder yang dikenal antara lain alkaloid, flavonoid, terpenoid, dan saponin yang memiliki peran dan potensi besar sebagai bahan dasar obat dan suplemen kesehatan. Dosen Departemen Biologi ITS tersebut menjelaskan senyawa ini memiliki beragam aktivitas biologis seperti antikanker, antimikroba, antiinflamasi, dan antioksidan.
Sayangnya, proses ekstraksi suatu metabolit sekunder tanaman seringkali menjadi tantangan karena tingkat akumulasinya rendah. “Oleh karena itu, pendekatan berbasis bioteknologi menjadi solusi untuk meningkatkan produksi metabolit sekunder secara berkelanjutan,” tutur Jadid dalam keterangan tertulis, Kamis, 10 April 2025.
Jadid menuturkan salah satu strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi senyawa ini adalah dengan teknik elisitasi. Teknik ini dilakukan dengan memberikan senyawa tertentu untuk merangsang produksi metabolit sekunder dalam kultur sel tumbuhan.
Terkait hal tersebut, profesor yang dikukuhkan dalam bidang kepakaran Biologi Sel dan Molekuler Tumbuhan ini menemukan penggunaan salah satu elisitor abiotik metil jasmonat (MeJA) berhasil meningkatkan produksi metabolit sekunder pada kultur in vitro tanaman obat.
Baca juga: Profesor ITS Berhasil Buat Biofuel dari Campuran Biomassa dan Plastik |
“Dalam penelitian ini, senyawa MeJA terbukti mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman sekaligus meningkatkan ekspresi gen yang terlibat dalam biosintesis flavonoid,” papa dia.
Dia menyebutkan penggunaan nanoelisitor dari jenis nanopartikel perak (AgNPs) juga memiliki potensi signifikan untuk meningkatkan produksi senyawa metabolit sekunder. Menurutnya, AgNP memiliki sifat antimikroba dan kemampuan untuk memicu stres abiotik ringan pada sel tumbuhan sehingga merangsang tumbuhan menghasilkan alkaloid, flavonoid, dan terpenoid.
Alumnus doktoral Universite de Strasbourg, Prancis ini berharap keilmuan yang tengah ia dalami dapat menjadi solusi berkelanjutan untuk mendukung perkembangan industri farmasi lokal. Tak hanya itu, pengintegrasian antara studi etnobotani dan bioprospecting dapat menjaga konservasi tanaman obat yang berkualitas.
Pendalaman terkait bidang ilmu biologi sel dan molekuler tumbuhan turut mendukung poin Sustainable Development Goals (SDGs) poin 3, 12, dan 15 terkait Kehidupan Sehat dan Sejahtera, Konsumsi dan Produksi yang Bertanggungjawab, serta Ekosistem Daratan.
“Semoga melalui pendekatan ini dapat mendorong Indonesia menjaga dan memanfaatkan biodiversitasnya untuk pengetahuan dan bioteknologi,” harap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News