Kampus yang berfokus pada kegiatan riset dikenal sebagai universitas riset (UR). Keunggulan risetnya (research excellence) ditunjukkan antara lain dari kualitas dan kuantitas riset, publikasi, sitasi, pendanaan riset dari mitra nasional dan internasional, inovasi dan dampak hasil risetnya.
Sebagai pembeda dengan kampus yang berfokus pengajaran (teaching university), berdasarkan praktik di negara lain, universitas riset memiliki karakteristik antara lain dosennya lebih banyak melakukan riset ketimbang mengajar. Juga dosen memiliki publikasi dan banyak mendapat kutipan, kampus memiliki laboratorium yang peralatannya lengkap dan canggih.
Sumber pendanaan utama kampus dari proyek penelitian dengan mitra dalam dan luar negeri. Universitas riset memiliki banyak mahasiswa paska sarjana dan memiliki otonomi untuk mengelola sumber dayanya.
Dengan karakteristik tersebut, kampus terbaik di berbagai negara seperti Harvard University, Cambridge University, Oxford University, Beijing University, Tsinghua University, Tokyo University dan National University of Singapore, berbentuk universitas riset.
Oleh karena strategisnya untuk kepentingan bangsa, Malaysia menetapkan lima PTN terbaiknya sebagai universitas riset yaitu Universiti Malaya, Universiti Kebangsaan Malaysia, Universiti Sains Malaysia, Universiti Putra Malaysia dan Universiti Teknologi Malaysia.
Bagaimana dengan Indonesia? Sejauh ini belum ada definisi Universitas Riset dan penetapan kampus mana saja sebagai universitas riset. Adanya kampus yang memiliki sebagian karakteristik UR dan mengklaim sebagai World Class University (WCU).
Melihat strategisnya universitas riset di berbagai negara, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan jika Pemerintah ingin menerapkannya.
Pertama, Pemerintah perlu mendefinisikan universitas riset dan kampus mana saja yang diberi mandat. Tidak semua kampus harus menjadi universitas riset. Kampus dapat memiliki misi yang berbeda. Ada kampus yang misinya menjadi teaching university.
Ada yang misinya memberi akses pendidikan tinggi yang merata dan terjangkau. Ada kampus yang bertugas mendidik guru. Ada juga yang misinya mendidik tenaga kerja terampil melalui kampus vokasional.
Kedua, Pemerintah perlu menyiapkan skema pendanaan khusus untuk universitas riset. Untuk menghasilkan riset yang berdampak, universitas riset membutuhkan laboratorium yang lengkap dan kadang perlu pendanaan kegiatan riset berjangka waktu lama (multi years). Saat ini Kemendiktisaintek telah meluncurkan skema hibah riset khusus untuk PTN Badan Hukum.
Ketiga, perlu penyesuaian peraturan tentang karier dosen khususnya beban kerja dan jabatan fungsional dosen. Dosen sering dibebani mengajar kelas yang banyak sehingga kesulitan untuk melakukan penelitian yang serius dan bermutu.
Juga cara penilaian kinerja dosen tiap semester di bidang tridarma penelitian yang berbasis luaran cenderung menyulitkan untuk melakukan riset jangka panjang. Dosen yang dinilai buruk kinerjanya, implikasinya tidak hanya ke kariernya tapi juga dapat kehilangan berbagai tunjangan.
Penyesuaian aturan terkait penilaian kinerja dan jabatan fungsional dosen diharapkan memberi keleluasaan dosen untuk memilih fokus di penelitian atau pengajaran tanpa mengorbankan karier dan kesejahteraannya.
Keempat, sistem perpajakan yang kondusif untuk pendanaan riset. Pendapatan universitas riset banyak ditopang dari kerja sama dan hibah riset dari mitra nasional maupun internasional. Untuk itu diperlukan sistem administrasi perpajakan yang mudah dan sederhana.
Juga perlakuan pajak yang ramah terhadap ilmu pengetahuan untuk mitra sponsor dan para peneliti. Hal tersebut diharapkan bisa membuat lingkungan yang kondusif kepada dosen untuk menggaet pendanaan riset dari para mitra.
Kelima, salah satu ciri universitas riset adalah banyaknya jumlah mahasiswa pascasarjana yang menjadi penopang riset. Tidak semua kampus mampu membuka program pascasarjana karena syarat yang lebih berat ketimbang program sarjana. Dosennya harus bergelar doktor.
Selain itu, peminat program paska sarjana belum tentu banyak karena kebutuhan terhadap lulusan paska sarjana tidak sebanyak diploma dan sarjana. Program pascasarjana yang mahasiswanya sedikit tentu akan berat dalam operasionalnya dan dalam melakukan risetnya.
Keenam, governansi dan penghiliran penelitian. Agar menjadi “Kampus Berdampak”, hasil penelitian tidak hanya berhenti pada publikasi. Justru yang lebih penting adalah penerapannya di masyarakat. Untuk itu perlu lembaga pengelola riset yang memberi perlindungan hak atas kekayaan intelektual sampai pada kerjasama dengan mitra penghiliran riset.
Ketujuh, otonomi pengelolaan sumber daya. Kegiatan riset melibatkan sumber daya antara lain dosen, dana, gedung, alat laboratorium, dan administrasi. Bentuk PTN Badan Hukum paling mendekati ciri universitas riset walau belum sepenuhnya otonom terkait karier dosen. Sedangkan PTS walau punya otonomi lebih luas tapi tampaknya akan lebih memilih teaching university dan vocational university yang lebih banyak potensi mahasiswanya.
Nilai strategis universitas riset tidak hanya karena hasil risetnya dapat membawa nama harum bangsa. Namun yang lebih penting adalah sejauh mana hasil universitas riset berdampak nyata di berbagai bidang sesuai misinya, misal kedaulatan pangan dan peningkatan kesehatan masyarakat.
Menjadi universitas riset adalah salah satu cara untuk menjadi kampus berdampak. Tapi untuk berdampak, tidak semua kampus harus menjadi universitas riset.
Baca juga: Nobel Laureate Fisika Kritik Perankingan Kampus Dunia, Pelajar Diminta Berhati-hati |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id