Waktu perjalanan yang dihabiskan di luar angkasa dapat mengurangi produksi sel, memperparah kerusakan DNA, serta mempercepat tanda-tanda penuaan pada telomere (pelindung di ujung kromosom).
Peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas California San Diego, Dr. Catriona Jamieson, mengatakan luar angkasa adalah ujian paling berat bagi tubuh manusia. Menurutnya, temuan ini sangat penting untuk menunjukkan tekanan di luar angkasa, seperti kondisi tanpa gravitasi (mikrogravitasi) dan radiasi kosmik, bisa mempercepat penuaan molekuler pada sel punca darah.
“Memahami perubahan ini tidak hanya membantu kita melindungi astronot dalam misi jangka panjang, tetapi juga memberi gambaran tentang proses penuaan dan penyakit seperti kanker di Bumi. Pengetahuan ini krusial saat kita memasuki era baru perjalanan dan riset luar angkasa komersial,” ujar Jamieson dikutip dari laman Science Alert, Selasa, 16 September 2025.
Seiring waktu, para ilmuwan semakin memahami dampak perjalanan luar angkasa pada tubuh manusia, meskipun masih banyak yang belum diketahui. Dipimpin oleh ahli biokimia Jessica Pham dari UC San Diego, tim peneliti mengembangkan sistem bioreaktor untuk menumbuhkan dan memantau sel punca darah manusia yang disebut dengan HSPCs (hematopoietic stem and progenitor cells) dalam kondisi mikrogravitasi.
Sel HSPCs berperan penting dalam pembentukan dan pemeliharaan darah. Dengan mempelajari lebih dekat HSPCs, para peneliti berharap bisa lebih memahami bagaimana perjalanan luar angkasa memengaruhi penuaan di tingkat molekuler.
Platform eksperimen ini kemudian dikirim menggunakan misi suplai SpaceX ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), dengan durasi antara 32 hingga 45 hari di orbit rendah Bumi. Hasilnya membawa beberapa temuan penting yang cukup mengejutkan.
Baca juga: Mengapa Baju Luar Angkasa Astronaut Berwarna Putih? Ini Alasan dan Fitur Canggih di Baliknya |
Dalam kondisi tanpa gravitasi, sel punca darah lebih sering memproduksi protein yang memicu peradangan. Akibatnya, sel bekerja lebih keras dengan waktu pemulihan yang lebih sedikit. Hal ini memunculkan tanda-tanda penuaan lebih cepat.
Seiring waktu, kemampuan sel untuk menghasilkan sel-sel baru yang sehat berkurang dan mulai menunjukkan kerusakan. Salah satu temuan paling menonjol yang ditemukan adalah pemendekan telomere.
Biasanya, telomere memang semakin pendek setiap kali selnya membelah, sampai akhirnya tidak bisa membelah lagi karena terlalu pendek. Pemendekan telomere inilah yang sangat berkaitan erat dengan proses penuaan.
Selain itu, sebagian sel juga mengalami stres yang begitu parah hingga tidak mampu lagi menghasilkan protein penting yang biasanya berfungsi menekan “gen gelap,” yaitu bagian DNA yang umumnya tetap tidak aktif di dalam tubuh. Ketika “gen gelap” ini mulai aktif, sistem kekebalan tubuh bisa terganggu dan menjadi kurang stabil.
Namun, tidak semua hasil penelitiannya buruk. Ketika sel-sel tersebut dikembalikan ke Bumi dan ditaruh pada jaringan sumsum tulang yang sehat dan masih muda, sebagian kerusakan bisa pulih. Ini menunjukkan kerusakan akibat perjalanan luar angkasa bisa diperbaiki.
Sebelumnya, penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Cell Stem Cell. Diharapkan akan ada penelitian lebih lanjut di bidang ini, sehingga bisa membantu pemulihan astronot di masa depan sekaligus memberi wawasan baru tentang proses penuaan di Bumi.
“Model penuaan cepat sel punca darah akibat perjalanan singkat ke luar angkasa dapat memberikan wawasan tentang penuaan manusia di Bumi dan penyakit terkait usia,” tulis para peneliti dalam laporan mereka.
Pada akhirnya, studi ini bisa menjadi dasar strategi pengobatan untuk mengatasi perubahan khusus akibat perjalanan luar angkasa dalam perkembangan ekonomi antariksa, sekaligus membantu memahami penuaan dan penyakit terkait usia, termasuk kanker. (Alfi Loya Zirga)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News