Penelitian ini berangkat dari fenomena beragamnya persepsi masyarakat mengenai santet. Pemahaman masyarakat Indonesia secara umum terhadap santet dapat dibilang hanya sampai pada simpang siur tanpa adanya bukti valid.
Baca: Mahasiswa UGM Telusuri Jejak Penanganan Wabah Lewat Kesusastraan Jawa
Berikut adalah beberapa hasil penelitian terkait santet yang diteliti berdasarkan sisi sejarah dan budaya.
1. Tak ditemukan manuskrip terkait santet
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa keberadaan santet dengan segala ruang praktik dan nalar positif dalam masyarakat Jawa terekam dalam peninggalan-peninggalan tekstual seperti manuskrip dan aktivitas manusia pada waktu itu.Secara tekstual, kata santet tidak ditemukan dalam manuskrip. Kata yang memiliki hubungan erat dengan santet adalah kata sathet (dalam Serat Wedhasatmaka tahun 1905) yang berarti ‘jenis pesona dengan menggambar’.

Kampus UGM. Foto: UGM/Humas
2. Sifat utama santet adalah merekatkan
Berdasarkan wawancara yang dilakukan tim dengan Wisma Nugraha, C.R., M.Hum. (Dosen FIB UGM), meskipun secara tekstual kata santet tidak terdapat dalam beberapa manuskrip sebagai objek kajian data, hal ini dirasa wajar. Sebab dalam kasusastran Jawa, santet merupakan akronim dari mesisan kanthet dan mesisan benthet.Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara dengan Perdunu (Persatuan Dukun Nusantara), masyarakat Jawa khususnya Banyuwangi, terungkap bahwa sifat dari santet adalah membuat sesuatu menjadi rekat sekalian (mesisan kanthet) ataukah justru sebaliknya, yaitu membuat sesuatu menjadi retak atau pecah sekalian (mesisan benthet).