Menurut Mulyanto, pemerintah seperti tidak belajar dari pengalaman sebelumnya, bahwa penggabungan kedua kementerian tersebut tidak efektif. Selama kedua kementerian tersebut digabung, kata dia, tugas dan fungsi keduanya tidak berjalan maksimal.
"Kita pernah berpengalaman dengan penggabungan fungsi Pendidikan tinggi dengan Riset dan Teknologi dalam bentuk Kemenristek-Dikti," kata Mulyanto dalam keterangannya, Jumat, 9 April 2021.
Akibat dalam pelaksanaannya tidak berjalan efektif, kata dia, fungsi Ristek dikembalikan lagi ke Kemenristek dan fungsi pendidikan tinggi dikembalikan ke Kemendikbud.
Baca: DPR Restui Kemenristek Gabung dengan Kemendikbud
Bagi Mulyanto, keputusan penggabungan kembali dua kementerian itu amat membingungkan. Terlebih, kata dia, penggabungan, pemisahan atau peleburan lembaga membutuhkan waktu dua sampai tiga tahun untuk koordinasi dan adaptasi.
"Sementara pemerintahan Presiden Joko Widodo periode kedua efektif tinggal 2 tahun lagi. Maka praktis kementerian baru ini tidak akan efektif bekerja di sisa usia pemerintahan sekarang ini," ujar dia.
Menurut dia, peleburan dua kementerian ini akan membuat perumusan kebijakan dan koordinasi Ristek akan semakin tenggelam oleh persoalan pendidikan dan kebudayaan yang banyak. Belum lagi, terkait kerumitan koordinasi kelembagaan antara Kemendikbud, Ristek, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang ada di bawah naungan Ristek.
Ia mengatakan, kebijakan ristek semestinya semakin mengarah kepada hilirisasi dan komersialisasi hasil riset dalam industri dan sistem ekonomi nasional. Penggabungan Kemendikbud-Ristek disebut bisa membuat lembaga Ristek akan kembali menjadi unsur penguat empirik dalam pembangunan manusia.
"Beda halnya kalau Kemenristek ini digabung dengan Kemenperin. Ini dapat menguatkan orientasi kebijakan inovasi yang semakin ke hilir dalam rangka industrialisasi 4.0," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News