Penelitian terbaru menunjukkan biomarker bernama C-reactive protein (CRP) ternyata adalah prediktor risiko penyakit jantung yang lebih akurat dibandingkan dengan kolesterol. Penemuan ini mengubah pemahaman kita tentang penyakit jantung dan membuka harapan baru untuk pencegahan yang lebih efektif.
Dengan memahami peran protein ini, para ahli menilai pendekatan deteksi dini dan penanganan penyakit jantung di masa depan bisa menjadi lebih akurat, personal, dan tepat sasaran. Sebelum membahas lebih lanjut tentang penelitian protein ini, yuk kenalan dulu dengan biomarker penting yang menjadi fokus penelitian menarik ini.
Apa itu C-reactive protein?
Melansir dari Science Alert, penyakit jantung adalah penyebab utama kematian di Amerika Serikat. Sejak peneliti pertama kali menetapkan hubungan antara pola makan, kolesterol, dan penyakit jantung pada tahun 1950-an, risiko penyakit jantung sebagian dinilai berdasarkan kadar kolesterol pasien yang dapat diukur secara rutin melalui pemeriksaan darah di kantor dokter. Namun, bukti yang terakumulasi selama dua dekade terakhir menunjukkan pendekatan ini perlu diperluas.Dalam penelitian berjudul C-Reactive Protein: Clinical Relevance and Interpretation yang terbit di jurnal StatPearls, Mei 2025, dijelaskan C-reative Protein (CRP) adalah protein pentamerik yang disintesis oleh hati sebagai respon terhadap peradangan, dengan berat molekul sekitar 115 kDa. Protein ini memiliki struktur lipatan lektin yang khas dan biasanya terdiri dari 5 subunit identik yang tersusun menjadi pentamer siklik di sekitar pori pusat.
CRP biasanya terdiri dari 5 subunit identik yang tersusun menjadi pentamer siklik di sekitar pori pusat. Namun, protein ini ada dalam 2 isoform utama yaitu bentuk pentamerik (pCRP) dan bentuk monomerik (mCRP). pCRP adalah bentuk yang bersirkulasi dalam kondisi normal dan terutama bersifat anti-inflamasi. Sedangkan, mCRP muncul selama peradangan dan memiliki efek pro-inflamasi.
C-reactive protein dibuat oleh hati sebagai respons terhadap infeksi, kerusakan jaringan, kondisi peradangan kronis dari penyakit seperti penyakit autoimun, dan gangguan metabolisme seperti obesitas dan diabetes. Pada dasarnya, ini adalah penanda peradangan yang berarti aktivasi sistem kekebalan tubuh di dalam tubuh. Protein ini dapat dengan mudah diukur melalui pemeriksaan darah di kantor dokter.
Kadar C-reactive protein yang rendah, di bawah 1 miligram per desiliter, menandakan peradangan minimal dalam tubuh yang melindungi terhadap penyakit jantung. Sebaliknya, kadar C-reactive protein yang tinggi lebih dari 3 miligram per desiliter menandakan peningkatan kadar peradangan dan meningkatkan risiko penyakit jantung. Sekitar 52 persen orang Amerika memiliki kadar C-reactive protein yang tinggi dalam darah mereka.
Prediksi tiga kali lebih akurat dari kolesterol
Penelitian menunjukkan C-reactive protein adalah penanda prediktif yang lebih baik untuk serangan jantung dan stroke ketimbang kolesterol 'jahat' atau kolesterol low-density lipoprotein (LDL), serta biomarker lain yang diwariskan secara genetik yang disebut lipoprotein(a). Satu studi bahkan menemukan C-reactive protein dapat memprediksi penyakit jantung sama baiknya dengan tekanan darah.Akibatnya, pada September 2025, American College of Cardiology menerbitkan rekomendasi baru untuk skrining universal kadar C-reactive protein pada semua pasien, bersamaan dengan pengukuran kadar kolesterol. Langkah ini menandai perubahan signifikan dalam pendekatan deteksi risiko penyakit jantung.
Mengapa peradangan penting dalam penyakit jantung?
Peradangan memainkan peran penting di setiap tahap dalam perkembangan dan penumpukan plak lemak di arteri, yang menyebabkan kondisi aterosklerosis yang dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke. Sejak saat pembuluh darah rusak, baik dari gula darah tinggi atau asap rokok, sel-sel kekebalan tubuh segera menyusup ke area tersebut.Sel-sel kekebalan tubuh tersebut kemudian menelan partikel kolesterol yang biasanya mengambang di aliran darah untuk membentuk plak lemak yang berada di dinding pembuluh. Proses ini berlanjut selama beberapa dekade sampai akhirnya, suatu hari, mediator kekebalan tubuh merobek tutup yang menutupi plak. Hal ini memicu pembentukan gumpalan darah yang menghalangi aliran darah, membuat jaringan sekitarnya kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan serangan jantung atau stroke.
Menariknya, kolesterol hanya sebagian dari cerita. Karena, sebenarnya sistem kekebalan tubuh yang memfasilitasi setiap langkah dalam proses yang mendorong penyakit jantung. Meskipun kolesterol telah lama dianggap sebagai penjahat utama, peran sistem kekebalan dan peradangan ternyata jauh lebih krusial dalam perkembangan penyakit jantung.
Bisakah pola makan memengaruhi kadar C-reactive protein?
Kabar baiknya, gaya hidup dapat secara signifikan memengaruhi jumlah C-reactive protein yang diproduksi oleh hati. Banyak makanan dan nutrisi telah terbukti menurunkan kadar C-reactive protein, termasuk serat makanan dari makanan seperti kacang-kacangan, sayuran, kacang dan biji-bijian, serta buah beri, minyak zaitun, teh hijau, biji chia dan biji rami.Penurunan berat badan dan olahraga juga dapat mengurangi kadar C-reactive protein. Hal ini menunjukkan meskipun C-reactive protein adalah indikator penting, kadarnya tidak bersifat tetap dan dapat dimodifikasi melalui perubahan gaya hidup yang sehat.
Apakah kolesterol masih penting untuk risiko penyakit jantung?
Meskipun kolesterol bukan prediktor paling penting, kolesterol tetap sangat relevan. Namun, bukan hanya jumlah kolesterol atau lebih khusus jumlah kolesterol jahat (LDL) yang penting. Dua orang dengan kadar kolesterol yang sama belum tentu memiliki risiko penyakit jantung yang sama.Hal ini disebabkan karena tingkat risiko lebih ditentukan oleh jumlah partikel atau tempat kolesterol jahat dikemas, bukan total massa kolesterol jahat yang mengambang. Semakin banyak partikel, maka semakin tinggi juga risikonya.
Itulah mengapa tes darah yang dikenal sebagai apolipoprotein B, yang mengukur jumlah partikel kolesterol, adalah prediktor risiko penyakit jantung yang lebih baik ketimbang pengukuran jumlah total kolesterol jahat.
Contohnya, kolesterol dan C-reactive protein, apolipoprotein B yang dipengaruhi oleh faktor gaya hidup seperti olahraga, penurunan berat badan, dan pola makan. Nutrisi seperti serat, kacang-kacangan, dan asam lemak omega-3 dikaitkan dengan penurunan jumlah partikel kolesterol, sementara peningkatan asupan gula dikaitkan dengan jumlah partikel kolesterol yang lebih besar.
Cara terbaik mencegah penyakit jantung
Pada akhirnya, penyakit jantung adalah produk dari banyak faktor risiko dan interaksi mereka selama seumur hidup. Karena itu, mencegah penyakit jantung jauh lebih rumit ketimbang sekadar makan makanan bebas kolesterol, seperti yang pernah dipikirkan.Mengetahui kadar kolesterol LDL bersama dengan kadar C-reactive protein, apolipoprotein B, dan lipoprotein(a) melukiskan gambaran risiko yang komprehensif yang semoga dapat membantu memotivasi komitmen jangka panjang terhadap dasar-dasar pencegahan penyakit jantung. Ini termasuk makan dengan baik, berolahraga secara konsisten, mendapatkan tidur yang cukup, mengelola stres secara produktif, menjaga berat badan yang sehat, dan jika berlaku, berhenti merokok.
Masih banyak yang perlu dipelajari tentang bagaimana C-reactive protein dan sistem kekebalan tubuh berperan dalam penyakit jantung. Namun, yang jelas adalah pendekatan deteksi dini dengan mengukur protein ini menunjukkan strategi medis yang sangat efisien dan patut untuk diterapkan secara luas.
Mempelajari cara tubuh memproduksi dan merespons penanda peradangan seperti ini juga bisa membuka jalan untuk aplikasi di bidang kesehatan preventif dan pengobatan yang lebih personal. (Bramcov Stivens Situmeang)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News