Hal itu mendorongnya menggagas pengendalian bio-korosi pada bangunan laut dengan perbaikan material melalui metode Heat Treatment. Herman menjelaskan bangunan pantai dan lepas pantai umumnya terbuat dari logam sehingga rentan terhadap korosi.
Bio-korosi pada material bangunan laut merupakan kerusakan pada suatu material akibat menempelnya mikroorganisme di struktur tersebut. Adapun tingginya salinitas air laut memicu percepatan terjadinya bio-korosi.
“Oleh sebab itu, untuk mencegah kerusakan struktur diperlukan cara untuk mengendalikan bio-korosi,” ujar Herman saat orasi ilmiah pengukuhan guru besar dalam keterangan tertulis, Selasa, 19 Maret 2024.
Profesor ke-199 ITS ini menyebut pengendalian bio-korosi dapat dilakukan dengan memperbaiki sifat mekanik material itu sendiri. Salah satu metodenya adalah dengan proses perlakuan panas (heat treatment).
Hal ini bertujuan mengubah sifat logam melalui proses pemanasan. Sehingga, menghasilkan sifat dan kekerasan logam yang diinginkan.
“Kemudian dilakukan uji korosi dengan air laut buatan untuk mengukur laju korosi tiap material,” tutur dia.
Pada penelitian yang dituangkan dalam orasi ilmiah pengukuhannya sebagai profesor ITS ini, Herman melakukan empat pengujian heat treatment. Uji pertama dilakukan dengan perlakuan panas hardening dengan suhu 845 derajat celcius, logam dipanaskan dalam waktu 15 menit.
Lalu, dilakukan pendinginan cepat dengan media air hingga logam mengeras. Dengan suhu dan waktu yang sama, lalu dilakukan perlakuan panas normalizing.
“Yang membedakannya hanya pendinginannya dengan udara bebas di luar dapur pemanas,” papar dia.
Kepala Departemen Teknik Kelautan ITS ini menuturkan perlakuan panas pada sampel ketiga dilakukan dengan full anealling. Metode ini hampir sama dengan metode kedua, hanya saja logam didinginkan dengan udara bebas di dalam dapur pemanas.
Terakhir, perlakuan panas austempering. Dengan suhu dan waktu yang sama, logam dipanaskan kemudian dilakukan pendinginan dengan salt balt bersuhu 300 derajat celcius dalam waktu 60 menit.
Dari keempat metode perlakuan panas tersebut, didapatkan tingkat kekerasan material dari yang tertinggi ke terendah secara berurutan adalah hardening, austempering, normalizing, dan full anealling. Kemudian, dilakukan uji korosi menggunakan air laut buatan dengan salinitas 3,5 persen serta ditambahkan pula salah satu jenis alga.
“Ditambahkan Chlorella vulgaris yang bertujuan untuk menilai laju korosi material,” beber profesor ke-9 Departemen Teknik Kelautan ITS ini.
Hasilnya menunjukkan dari empat sampel logam yang telah diberikan perlakuan panas, logam hasil pemanasan full anealling memberikan hasil yang signifikan baik. Laju korosi logam dengan perlakuan panas tersebut mengalami penurunan sebesar 46,58 persen.
“Hasil ini pun jauh lebih baik dibandingkan dengan uji korosi logam tanpa menggunakan alga,” tutur dia.
Melalui hasil penelitiannya yang memuaskan tersebut, Herman dikukuhkan menjadi profesor bersamaan dengan istrinya. Dia berharap perbaikan material dengan perlakuan panas dapat menjadi alternatif dalam menghambat terjadinya bio-korosi.
“Dengan ini, masa pakai struktur pun dapat diperpanjang dan bisa lebih mendukung bidang kemaritiman nasional,” harap Herman.
Baca juga: Profesor ITS Gagas Teknologi Bioremediasi dan Fitoremediasi untuk Pulihkan Lingkungan |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News