Profesor dari Departemen Teknik Kelautan ITS ini menjelaskan building with nature adalah konsep pembangunan mengintegrasikan proses alami dalam perencanaan dan desain infrastruktur. Haryo memanfaatkan terumbu karang buatan sebagai bentuk pendekatan untuk mengembalikan keberadaan terumbu karang yang kini mulai punah.
Dia menyebut bahwa 20 tahun ke depan, 70-90 persen keberadaan terumbu karang di Indonesia terancam punah. Hal ini semakin didukung dengan adanya pemanasan global yang menyebabkan kenaikan suhu air laut.
“Jika terus dibiarkan, keberadaan ikan pun akan terancam dan hasil tangkap ikan nelayan ikut menurun,” ujar dia, Rabu, 23 April 2025.
Dia mengungkapkan efek samping pemanasan global juga menyebabkan naiknya permukaan air laut. Hal ini dapat menyebabkan bencana seperti abrasi pantai.
Dia menjelaskan abrasi pantai disebabkan oleh hantaman ombak terus menerus sehingga menyebabkan perubahan garis pantai. “Jika tidak diatasi, abrasi pantai dapat merusak fasilitas sekaligus rumah warga yang ada di sekitarnya,” ujar dia.
Haryo menggagas inovasi yang mampu mengatasi kedua masalah tersebut melalui orasi ilmiah untuk pengukuhannya sebagai profesor ITS. Dia menciptakan struktur pelindung pantai ramah lingkungan bernama Hexareef.
Ini merupakan batuan pemecah gelombang berbentuk segi enam yang ditanamkan vegetasi terumbu karang buatan di permukaannya. “Di tiap sisi juga dilengkapi beberapa lubang untuk memudahkan sirkulasi arus gelombang laut sehingga tidak merusak struktur,” papar dia.
Dia menyebut batuan tersebut memiliki diameter 60 sentimeter dengan tinggi 80 sentimeter. Dalam aplikasinya, struktur pemecah gelombang itu disusun terendam di bawah permukaan air laut. Posisi batuan dipasang sejajar satu sama lain hingga mencapai panjang kurang lebih 50-100 meter.
Hexareef juga bermanfaat sebagai salah satu objek wisata bahari. Hal ini karena terumbu karang di permukaan batuan memiliki daya tarik tersendiri untuk memikat mata pengunjung.
“Suasana saat sunset dan sunrise bersama dengan deburan ombak pun semakin menambah keindahan pantai,” ujar pengajar di Laboratorium Teknik Pantai dan Pelabuhan, Departemen Teknik Kelautan ITS ini.
Inovasi ini sudah diimplementasikan di beberapa lokasi, antara lain Desa Tlangoh, Kabupaten Bangkalan, Madura dan Papua Paradise Eco-Resort, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Di dua lokasi itu, Hexareef mampu meningkatkan pendapatan dari lokasi wisata bahari serta dapat memperbaiki kembali garis pantai yang sebelumnya terkikis.
Haryo berharap Hexareef dapat digunakan oleh berbagai pihak, terutama oleh pemerintah. Mengingat, inovasi ramah lingkungan tersebut mampu mencegah abrasi pantai sekaligus sebagai upaya pemulihan ekosistem laut.
“Dengan demikian, upaya ini mampu untuk meminimalisir adanya abrasi dan kerusakan fatal sebagai akibat dari fenomena tersebut,” tutur Haryo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News