Ilustrasi. Medcom.id
Ilustrasi. Medcom.id

BPOM Diminta Tak Diskriminatif Terhadap Obat Covid-19 Unair

Muhammad Syahrul Ramadhan • 21 Agustus 2020 16:08
Jakarta: Anggota DPR Komisi IV Evita Nursanty mengkritisi sikap Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap obat virus korona (covid-19) yang dikembangkan Universitas Airlangga (Unair). BPOM diminta tak menerapkan standar ganda.
 
"Mereka (BPOM) harus membuat standar atau perlakuan yang sama antara obat ini dengan obat yang lain yang sudah Anda keluarkan izinnya, jangan diskriminatif, jangan standar ganda," tegas Evita melalui siaran pers, Jumat, 21 Agustus 2020.
 
Ia menyampaikan, selama ini ada banyak obat yang diberikan izin oleh BPOM. Termasuk, obat flu atau obat batuk yang tidak jelas efektivitasnya, termasuk obat impor. Bahkan, kata dia, obat yang berisiko pun diberikan izin edar. 

Baca: Unair Siap Patuhi Rekomendasi BPOM Terkait Obat Covid-19
 
Ia menyatakan, BPOM juga memberi izin kepada obat HerbaVid19. Ini merupakan obat tradisional covid-19 yang didaftarkan PT Satgas Lawan Covid-19 DPR dan memiliki pabrik obat yang berlokasi di Jakarta Utara.
 
"Pertanyaanya kenapa obat covid-19 dari Unair ini sulit sekali meskipun sudah melalui rangkaian uji dan terbukti kesembuhannya? Kenapa dia tidak bisa menjadi obat alternatif seperti ada banyak obat flu atau obat batuk yang beredar? Ingat ini obat bukan vaksin loh," ujar Evita.
 
Menurut Evita, obat covid-19 yang dikembangkan Unair seharusnya bisa menjadi alternatif untuk terapi covid-19. Apalagi sejauh ini, obat buatan Unair tersebut sudah melakukan uji klinis obat kombinasi sesuai protokol yang disetujui BPOM melalui Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK).
 
 

Politikus PDI Perjuangan itu menuturkan, uji klinis obat kombinasi ini dilakukan terhadap 754 subjek. Jumlah ini melebihi target dari BPOM yang hanya 696 subjek.
 
Uji klinis fase tiga dilaksanakan pada 7 Juli-4 Agustus 2020 di RSUA, Dustira (Secapa AD), Pusat isolasi Rusunawa Lamongan, dan RS Polri Jakarta.  Sebanyak 85 persen sampel yang diuji coba dengan obat tersebut sembuh berdasarkan hasil tes Polymerase Cain Reaction (PCR). Proses penyembuhan disebut berlangsung mulai dari satu sampai tiga hari.
 
Unair bersama Badan Intelijen Negara (BIN) dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) mengembangkan tiga kombinasi obat penanganan covid-19. Ketiganya yaitu Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin; Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline; serta Hydrochloroquine dan Azithromyci.
 
Baca: BPOM: Obat Covid-19 Unair Masih Belum Valid
 
BPOM menyatakan, tiga kombinasi obat ini belum valid dan masih harus dikoreksi. Dari pengawalan yang dilakukan, terdapat pula temuan kritis, yakni belum adanya kejelasan terkait orang dengan kondisi covid-19 seperti apa obat ini dapat diberikan.
 
Koreksi lainnya, obat Unair ini belum menunjukkan perbedaan yang signifikan. Menurutnya, hasil riset bisa membuktikan jika obat tersebut bisa memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan obat terapi.
 
"Jadi masih perlu kita tindaklanjuti lebih jauh lagi. Kita harus melihat dosis, impact, dan efeknya. Jadi perlu ketelitian terhadap aspek validitas nantinya," ujar Kepala BPOM Penny Lukito, Rabu, 19 Agustus 2020.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan