"Langkah konkret apa? ya tergantung rekomendasi BPOM. Kita ikuti saja dengan senang hati," kata Nasih kepada Medcom.id, Kamis, 20 September 2020.
Nasih mengaku sudah menyampaikan penjelasan mengenai temuan inspeksi BPOM. Unair masih menunggu review atas laporan hasil uji klinis obat covid-19 yang dikembangkan bersama Badan Intelijen Negara (BIN) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD) itu dari BPOM.
"Sudah kita jelaskan di laporan kita. Sedangkan review atas laporan hasil uji klinis belum disampaikan pada kami," ujarnya.
Baca: BPOM: Obat Covid-19 Unair Masih Belum Valid
Sebelumnya, Kepala BPOM Penny Lukito, menyampaikan bahwa obat covid-19 Unair ini belum valid dan masih harus dikoreksi. Tercatat ada tiga obat yang dihasilhkan oleh Unair dan telah telah mengikuti uji klinis. Pertama, Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.
BPOM menyatakan telah mengawal proses penelitian kombinasi obat ini sejak 28 Juli 2020. Penny menyebut, dari pengawalan yang dilakukan terdapat pula temuan kritis, yakni belum adanya kejelasan terkait orang dengan kondisi covid-19 seperti apa obat ini dapat diberikan.
"Kemudian ada OTG (orang tanpa gejala) yang diberikan obat, padahal menurut protokolnya tidak perlu diberikan obat. Kita harus mengarah ke pasien penyakit ringan, sedang, dan berat. Tentu dengan keterpilihan masing-masing. Hal ini penting untuk menunjukkan validitas riset," ujar Penny dalam konferensi daring, Rabu, 19 Agustus 2020.
Koreksi lainnya, obat Unair ini belum menunjukkan perbedaan yang signifikan. Menurutnya, hasil riset bisa membuktikan jika obat tersebut bisa memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan obat terapi.
"Jadi masih perlu kita tindaklanjuti lebih jauh lagi. Kita harus melihat dosis, impact, dan efeknya. Jadi perlu ketelitian terhadap aspek validitas nantinya," ujar Penny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News