Melihat euforia tersebut, tidak sedikit masyarakat yang mengkritik bahwa penyambutannya itu tidak beretika. Merespons kegaduhan tersebut, salah seorang pakar komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Prof. Dra. Rachma Ida, M.Comms, PhD memberikan tanggapannya dari perspektif media.
4 Poin Utama
Ida menyebutkan, ada empat hal yang menjadi perhatian terhadap ramainya pembicaraan tentang Saipul Jamil. Pertama, terkait dengan dieluh-eluhkannya Ipul pascabebas, hal itu menjadi bukti bahwa Ipul memiliki banyak fans.
Ketika sudah menjadi fandom, maka biasanya fans tidak ambil pusing terhadap segala hal yang dilakukan oleh idolanya, meskipun perbuatannya itu keliru. “Yang menjadi bahaya dari fansholic adalah orang-orang tidak bisa melihat secara objektif terhadap suatu fenomena karena rasa ‘kegilaannya’ sudah besar,” terangnya dikutip dari laman Unair, Jumat, 10 September 2021.
Poin kedua yang menjadi perhatian Ida adalah pengalungan bunga kepada Ipul saat keluar dari penjara. Menurutnya, tindakan itu merupakan bentuk euforia atau luapan kegembiraan fans atas kerinduannya selama Ipul di penjara.
“Nah, yang menjadi pertanyaan sekaligus poin ketiga adalah apakah mantan napi setelah bebas itu sudah merasakan jera atau belum," katanya.
Baca juga: KPI: Kami Tidak Melarang Tapi Membatasi Kemunculan Saipul Jamil di TV
Dalam hal ini, sikap publik turut menentukan. Apabila publik mendukung untuk tidak melakukan perbuatan itu kembali, sang idola akan merasa diawasi perbuatannya. Akan tetapi, jika publik justru mengeluh-eluhkan dan masa bodoh, tidak menutup kemungkinan dia akan melakukan kesalahan yang sama.
Selanjutnya Ida menilai ramainya media yang melakukan pemberitaan tentang Ipul merupakan bentuk pengalihan isu atau escaping. Artinya, di tengah pandemi yang tak kunjung selesai, media mengalihkan perhatian masyarakat dari isu covid-19 agar tidak stress kepada isu Ipul.
Ditanya perihal munculnya kembali Ipul menjadi narasumber di beberapa acara talkshow TV, Guru Besar Kajian Media pertama di Indonesia itu menganggap tidak menjadi masalah, karena Ipul sudah kembali menjadi warga normal setelah menjalani hukuman. Namun, dia memberikan catatan bahwa penayangan Ipul di TV harus tetap menjaga etika dengan menghargai korban dan tidak membubuhi terkait permasalahan kasusnya.
“Asalkan tidak didramatisasi, contohnya diundang untuk menyanyi ya boleh-boleh saja. Dalam hal itu KPI tidak bisa melarang karena dia punya hak untuk tampil. Tapi, kalau tayangannya justru mendramatisasi kasus Ipul demi kenaikan rating, maka KPI sebagai regulasi bisa memberikan larangan,” paparnya.
Lebih lanjut, apabila mengundang Ipul sebagai bintang tamu, Ida mengingatkan setiap stasiun TV untuk tidak hanya mementingkan profit atau rating saja. Namun, TV harus memikirkan bagaimana korbannya ketika menyaksikan tayangan itu.
“Intinya saya berharap media maupun TV bisa menyajikan tayangan yang mendidik, jangan diutek-utek lagi masalah pelecehan itu karena kasusnya sudah selesai di pengadilan. Kalau mau ngundang Ipul ya undang saja sebagai salah satu selebriti,” ujarnya.
Hai Sobat Medcom, terima kasih sudah menjadikan Medcom.id sebagai referensi terbaikmu. Kami ingin lebih mengenali kebutuhanmu. Bantu kami mengisi angket ini yuk https://tinyurl.com/MedcomSurvey2021 dan dapatkan saldo Go-Pay/Ovo @Rp 50 ribu untuk 20 pemberi masukan paling berkesan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id